Mohon tunggu...
Sadam Syarif
Sadam Syarif Mohon Tunggu... Administrasi - Aktivis jalanan

Suka ngopi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pandemi dan Urgensi Keamanan Pangan Berbasis JPH

2 Agustus 2021   05:42 Diperbarui: 2 Agustus 2021   06:25 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi covid membawa dampak sistemik dalam segala aspek kehidupan, terutama sosial dan ekonomi manusia. Pola dan gaya hidup pun seketika berubah setelah hampir dua tahun masyarakat dipaksa untuk dibatasi mobilitas sosial ekonominya. 

Paradigma dan mekanisme ekonomi dan bisnis menjadi satu paket aktivitas sosial yang paling terasa perubahannya. Pasar yang menjadi sentra ekonomi rakyat dalam memenuhi kebutuhan pangan kian sepi. 

Kini Masyarakat semakin adaptif dengan jual beli daring. Angka transaksi online meningkat pesat sejak pertama kali pandemi mengendalikan psikologi ketakutan publik. 

Akibatnya masyarakat khususnya di kawasan perkotaan tidak lagi mampu memastikan keamanan bahan pangan dan makanan cepat saji yang mereka dapatkan di pasaran daring.

Kegiatan e-commerce mengalami pertumbuhan pada masa pandemi. Menurut data Direktorat Jendral Perhubungan Darat  (2020), penjualan industri melalui e commerce meningkat 26% dari  rata-rata bulanan tahun 2019, volume transaksi harian meningkat dari rata-rata 3,1 juta menjadi 4,8 juta, dan pengguna belanja online diperkirakan meningkat hingga 12 juta pada tahun 2020.

Dampak turunan dari kebijakan PSBB dan PPKM yang masih berlangsung hingga sekarang menyebabkan Masyarakat Gemar akan hal yang praktis, pasangan rumah tangga milenial lebih banyak memasak makanannya sendiri dengan bahan yang siap masak (ready to cook) atau frozen food. 

Fakta ini berimbas pada peningkatan permintaan produk pangan berupa bahan/produk beku siap olah. Namun, euforia dan ketergantungan terhadap pangan olahan yang tinggi menyimpan segudang petaka kerentanan terhadap kesehatan pangan di Indonesia.

Hasil investigasi Kompas terhadap penyalahgunaan antibiotik di peternakan ayam broiler menambah panjang daftar  catatan hitam "kejahatan" pangan Indonesia. 

Temuan BPOM di lapangan seringkali menyingkap motif nakal produsen dan pedagang bahan pangan yang secara sengaja mengunakan bahan berbahaya seperti boraks, antibiotik berlebihan, formalin dan pewarna tekstil sebagai bahan pengawet dan pewarna bahan makanan. 

Keberadaan Bahan berbahaya yang sangat merugikan kesehatan masyarakat ini tentu menjadi penting untuk dikendalikan terutama di era krisis kesehatan saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun