Mohon tunggu...
Sadam Syarif
Sadam Syarif Mohon Tunggu... Administrasi - Aktivis jalanan

Suka ngopi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Goverment Error dan Ekses Krisis Pandemi

30 Juli 2021   13:49 Diperbarui: 30 Juli 2021   14:08 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

foto: BEM UI 


Tentang pandemi Covid-19 yang kian ganas menelan korban jiwa. Dan menyoal upaya absurd negara dalam menekan angka positif rate Covid dan kematian harian. Juga beratnya tekanan hidup masyarakat dengan segala keterbatasannya. Tragisnya, Tekanan demi tekanan psikologis masyarakat pun kian menjadi-jadi akibat tuduhan kabinet yang secara kompak mengatakan masyarakat Indonesia sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas gejolak covid dengan berbagai varian yang terus berevolusi.

Etika komunikasi publik pemerintah yang buruk ini bak memercik garam pada luka sayat yang telah menginfeksi ke seluruh bagian organ bangsa ini. Beruntungnya, masih terdapat sisa-sisa kesabaran publik atas kinerja counter pandemi pemerintah yang "gagap" jika tidak sopan disebut "gagal" ini.

Hasil survey litbang Kompas pada Juli ini menunjukan,  sebanyak sebanyak 60,7 persen responden meyakini Pemerintah akan mampu mengatasi pendemi. Sedangkan 36,4 persen sudah tidak yakin. Jika Dilihat dari trend penilaian publik selama setahun terakhir, angka keyakinan tersebut cenderung landai-turun (kompas 28/07). Lampu kuning keyakinan publik yang cenderung susut ini tentu menjadi alarm waspada bagi negara. Agar Krisis Pandemi yang telah melorotkan angka pertumbuhan ekonomi tidak turut menginfeksi jaringan-jaringan politik nasional yang rumit dan memiliki reputasi turbulensi yang serius.

Berbagai kebijakan baik secara regulasi teknis dan insentif fiskal jumbo telah diterapkan. Segala sumber daya rasanya telah digelontorkan, bahkan sampai pada narasi ajakan menyerah dan berdamai dengan keadaan dengan term New Normal oleh pemerintah. PPKM darurat pun muncul sebagai skenario kebijakan pengendalian covid setelah gagal dengan jurus PSBB. Sementara keberuntungan tak kunjung menghampiri, akibat fokus pemerintah yang terbelah di persimpangan jalan political will, antara memilih menyelamatkan nyawa rakyat atau mengimunisasi kelesuan ekonomi. Tak hanya itu, Fokus pemerintah pun kini Bahkan juga teralihkan oleh berbagai transaksi jabatan "politis" komisaris BUMN yang melibatkan ASN dan oknum Rektor.

Dengan berat hati, sebagai bangsa kita harus jujur bahwa, sejak awal Pemerintah terkesan tidak serius mengatasi persoalan hidup dan mati masyarakat. Sebagai negara hukum, pemerintah memiliki seperangkat peraturan perundang-undangan yang available dan relevan untuk diterapkan. Presiden Joko Widodo adalah prime of eksekutif yang menandatangani UU nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan kesehatan. Dalam UU tersebut disebutkan, karantina kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.

Masih menurut UU Nomor 6 Tahun 2018, diatur berbagai cara dalam penerapan karantina kesehatan antara lain meliputi isolasi, karantina rumah sakit, karantina wilayah, dan PSBB.

Dalam pasal 1 ayat (10) berbunyi, "Karantina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi".

Negara adalah pemilik sekaligus penegak hukum yang legal pada upaya menertibkan aktivitas masyarakat di tengah pandemi. Sama seperti ketika pengadilan memvonis terdakwa Habib Rizieq dalam kasus kerumunan massa. PSBB atau PPKM darurat dan entah apalagi istilahnya nanti hanya akan menjadi istilah dan retorika kebijakan publik jika hasilnya justru mendekatkan bangsa ini dalam situasi kritis dan krisis. Pada titik ini, sudah dapat kita ketahui, tentang siapa yang sebenarnya patut kita minta pertanggung jawaban nya atas ekses yang telah merenggut ratusan ribu nyawa anak bangsa ini, jika bukan pemerintah. Maka tidak berlebihan jika kita meminjam istilah kebijakan PPKM dengan menyebut Negara ini sedang pada status darurat level empat akibat krisis goverment error.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun