Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Politik

Saat Mahasiswa Diprogram Jadi Pahlawan Bela Negara (1)

11 November 2015   07:00 Diperbarui: 11 November 2015   07:09 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Program bela negara di kalangan mahasiswa sudah ada sejak dulu (dok WS)"][/caption]Chaos biasanya akan melahirkan hero dan perlawanan kelompok separatis Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Jawa Barat telah membidani keluarnya SK Pangdam VI Siliwangi no.40/2/5 tahun 1959 tentang diterapkannya wajib latih (kemiliteran) bagi mahasiswa yang populer dengan sebutan Walawa. Namun rekam jejak patriotis para mahasiswa sebenarnya sudah  tertoreh sejak sejak awal kelahiran Republik Indonesia (RI).

Pada  tanggal 24 Januari 1946, ketika Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dirubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Laskar dan barisan pemuda pelajar-mahasiswa pun merespon hal ini dengan, untuk kesekian kalinya, merubah nama korps mereka. Ada bermacam-macam nama yang mencuat saat itu seperti Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP), Tentara Pelajar (TP), Tentara Genie Pelajar (TGP)/ Korps Zeni Pelajar, Mobilisasi Pelajar (Mobpel), dan Corps Mahasiswa (CM). Namun itu pun tak bertahan lama ketika pemerintah kembali mengumumkan perombakan nama dan struktur pasukan pada 3 Juni 1946.

Presiden Soekarno mengumumkan TRI menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia). Keputusan ini dimaksudkan agar dalam satu wilayah negara kesatuan, tentara nasional hanya mengenal satu komandan. Laskar- laskar dan barisan pelajar pejuang melebur menjadi satu bagian dalam TNI yaitu Brigade 17/TNI-Tentara Pelajar. Perkembangan selanjutnya pada 31 Januari 1952 pemerintah melakukan likuidasi dan demobilisasi Brigade 17 dimana para anggotanya diberi dua pilihan, yaitu melanjutkan pengabdian sebagai prajurit TNI atau melanjutkan studi.

Sementara itu berbagai upaya memecah keutuhan NKRI bermunculan pada tahun 1950-an yang dilakukan oleh berbagai kelompok seperti Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun dan gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) ternyata belakangan berlanjut pada periode 1960-an dengan munculnya pula kelompok separatis Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) serta Permesta. Fakta di lapangan yang menunjukkan betapa sangat pentingnya dukungan rakyat sipil untuk mengendalikan keadaan yang sudah mencapai titik kritis di masa itu mendorong negara untuk melakukan mobilisasi umum yang intinya memanggil semua warga negara untuk berjuang bahu membahu bersama TNI membela rakyat dan mempertahankan keutuhan NKRI.

Partisipasi rakyat dalam perjuangan bersenjata ini selanjutnya diatur melalui Undang-undang (UU) Nomor 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara dan salah satu realisasinya berupa penyelenggaraan Wajib Latih di kalangan mahasiswa (Walawa) dengan pilot project di Bandung pada tanggal 13 Juni 1959, yang kemudian dikenal dengan WALA 59 (Wajib Latih tahun 1959). 

Walawa generasi pertama ini diikuti oleh 960 mahasiswa dan pelatihannya secara resmi dimulai pada tanggal 13 Juni 1959 dengan upacara defile yang dihadiri oleh Menko Hankam/Kasab Jendral Abdul Haris Nasution. Pemberian nama Resimen Mahawarman ( maha berarti ‘agung’ atau ‘besar’, warman berarti baju zirah atau perisai) untuk Batalyon Walawa juga dilakukan dalam upacara tersebut. Saat itu batalyon berkekuatan 4 kompi pasukan yang terdiri atas duakompi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), satu kompi dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, dan satu kompi dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung. Batalyon Walawa inilah yang merupakan cikal bakal Resimen Mahasiswa  (Menwa) Indonesia sekarang ini.

Pelatihan kemiliteran yang berlangsung selama tiga bulan berturut-turut hingga 14 September 1959 itu  bertujuan menyiapkan para mahasiswa yang memperoleh latihan ini untuk mempertahankan homefront dan bila perlu ikut memanggul senjata ke medan laga. Mahasiswa-mahasiswa Wala  dididik di Kodam VI/Siliwangi  Jawa Barat dan diberi hak mengenakan lambang Siliwangi.

Terlepas dari pro-kontra seputar pihak mana yang bersalah atau berjasa dalam berbagai peristiwa pemberontakan separatis di Indonesia, namun bisa dipastikan bahwa niat mayoritas para anggota Wala di masa itu yang akhirnya diterjunkan dalam upaya meredam berbagai konflik bersenjata di jalanan maupun di kampus-kampus mereka adalah murni didasari keinginan yang kuat untuk ikut membela bangsa dan negaranya dari keterpurukan akibat chaos yang berlarut-larut. Itu terbukti dari kegigihan mereka untuk konsisten  melaksanakan tugas-tugas patriotik dengan mempertaruhkan masa depan bahkan jiwa meski tanpa iming-iming fasilitas atau  materi apapun

Kancah juang mereka meluas saat Deklarasi Trikora dikumandangkan oleh Presiden Soekarno pada 19 Desember 1961 di Yogyakarta yang berintikan komando untuk merebut kembali Irian Barat dari cengkraman kolonial Belanda.Semangat bela negara pun tersulut berkobar dalam diri seluruh lapisan bangsa Indonesia saat itu, termasuk di kalangan masyarakat kampus. Rencana untuk menyelenggarakan pendidikan bagi perwira cadangan di perguruan tinggi pun muncul ke permukaan.

Menindak-lanjuti  dua surat keputusan Pangdam VI Siliwangi,  tiga perguruan tinggi terkemuka di Jawa Barat pada 20 Januari 1962 dibentuk suatu badan koordinasi yang diberi nama Badan Persiapan Pembentukan (BPP) Resimen Serba Guna Mahasiswa Dam VI Siliwangi dengan Prof drg RG Surya Sumantri (Rektor Universitas Padjadjaran /Unpad Bandung saat itu) ditunjuk sebagai Koordinator  yang beranggotakan  Dr Isrin Nurdin (Pembantu Rektor Institut Teknologi Bandung/ITB) selaku Wakil Koordinator I, Drs Kusdarminto (Pembantu Rektor Universitas Parahyangan/ Unpar Bandung) sebagai Wakil Koordinator II, dan Mayor Mochamad Sunarman  (Pusat Psikologi Angkatan Darat / Puspasyad) selaku Sekretaris.

Para anggota Wala 59 kemudian menjalani latihan pemantapan (refreshing course) selama sepuluh minggu di Resimen Induk Infanteri (Rinif) pada Februari 1962 dan dilanjutkan dengan Latihan Pasopati yang berlangsung selama empatbelas hari. Pada 20 Mei 1962 anggota Resimen Mahasiswa Angkatan 1959 dilantik oleh Pangdam VI/Slw menjadi bagian organik dari Kodam VI/Slw.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun