Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Natuna, Berulangnya Pelanggaran China, dan Potensi Konflik Maritim Multilateral

22 Januari 2020   09:33 Diperbarui: 22 Januari 2020   10:05 1373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KRI Tiptadi menghalau kapal China di kawasan laut Natuna (doc. ANTARA/ed.Wahyuni)

China, sebagaimana dilansir laman pshk, dengan kebijakan maritim 9DL (nine dashed lines, sembilan garis putus) yang diterapkannya semau gue untuk mengklaim zona eksplorasi di kawasan perairan Laut China Selatan memang sudah berulangkali memicu persengketaan multilateral yang sangat kompleks dengan Malaysia, Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, dan Indonesia.

Sejak akhir tahun lalu sampai saat ini, kawasan Natuna utara menjadi incaran utama China karena potensi perikanan dan konon potensi tambangnya yang bernilai sangat tinggi. 

Adu klaim antara dua negara pun terjadi dimana Indonesia berpegang pada kebijakan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan China bersikukuh dengan 9DL-nya sebagai patokan untuk menyatakan Natuna masuk dalam wilayah masing-masing.

Kondisi tersebut di atas tentu menyulitkan bagi terselenggaranya pembicaraan bilateral untuk mencari solusi yang mengakomodir kepentingan kedua negara sehingga Indonesia, sebagaimana diungkapkan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar yang dilansir oleh CNN (20/1), menegaskan,"Tidak ada negosiasi. Posisi kita jelas dan diakui hukum internasional, UNCLOS 1982. Tidak ada keperluan untuk bernegosiasi (dengan China) tentang kawasan ZEE Indonesia."

Komitmen itupun diperkuat oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang mengutarakan tekadnya dalam meningkatkan pertahanan RI dan memoderninasi alutsista negara untuk menghalau negara-negara lain yang melanggar dan masuk ke wilayah Indonesia karena kedaulatan negara tidak bisa ditawar (CNN, 20 Januari 2020).

Indonesia, menurut laman pshk, mempunyai perbatasan laut langsung dengan 10 negara tetangga termasuk India, Thailand, Singapura, Malaysia, Vietnam, Filipina, Palau, Timor Leste, Papua Nugini dan Australia. Hal ini merupakan potensi konflik yang harus diwaspadai mengingat  dari kesepuluh negara itu, Indonesia baru memiliki perjanjian batas maritis secara penuh dengan Papua Nugini saja.

Sehingga tidak berlebihan bila Sekretaris Menko Kemaritiman dan Investasi Agung Kuswandono, sebagaimana dilansir laman Mongabay.co.id, menyatakan Indonesia masih punya setumpuk PR (pekerjaan rumah) yang harus dilakukan meliputi menjalin perjanjian batas laut wilayah dengan Malaysia, Singapura, dan Timor Leste serta batas zona ekonomi eksklusif dengan India, Thailand, Malaysia, Vietnam, Palau dan Timor Leste.

Selanjutnya Indonesia pun masih harus menyelesaikan perjanjian batas landas kontinen dengan Filipina, Palau, dan Timor Leste serta meninjau kembali perjanjian batas maritim dengan Australia yang sudah ditandatangani pada 1992.

Semakin cepat diselesaikan akan semakin baik karena perbedaan pijakan hukum dan pasal-pasal longgar dalam Konvensi Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982 masih berpotensi melahirkan sengketa perbatasan maritim multilateral di masa mendatang. Selain sisi ekonomi, masalah perbatasan juga menyentuh aspek kedaulatan yang merupakan bagian dari harga diri bangsa ini yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya di kancah percaturan politik global.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun