Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Prostitusi Tidak Sepenuhnya Ilegal di Singapura

14 Oktober 2019   09:14 Diperbarui: 14 Oktober 2019   09:38 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu kawasan lampu merah di Geylang-Singapura (doc.Adiklight.co/ed.Wahyuni)

"Semua pemerintah di seluruh dunia telah menghabiskan waktu berabad-abad mencoba menghapus aktifitas prostitusi, tapi tak ada satupun yang berhasil. Kriminalisasi protistusi hanya akan menyuburkan pasar seks gelap yang nantinya bakal dikendalikan oleh sindikat kejahatan."Papar Menteri Dalam Negeri Singapura, Wong Kan Seng, pada tahun 1999 saat ditanya kebijakan kementeriannya dalam menangani perdagangan seks (CNA, 11 Oktober 2019).

Limabelas perubahan undang-undang Women's Charter, sebuah aturan hukum di Singapura untuk menjaga keselamatan perempuan dan anak-anak, dibahas di Parlemen pada Senin (7/10) lalu yang meliputi juga pengaturan tentang aktifitas kerja seks di negeri tersebut.

Proses penuntutan terhadap orang-orang yang mengeksploitasi perempuan dan anak perempuan untuk melakukan pekerjaan seks merupakan hal yang sulit, para pengacara menjelaskan, mereka yang terjebak dalam perdagangan seks harus berjuang untuk melaporkan kejahatan yang menimpa mereka kepada pihak berwenang yang relevan.

Hal itu, menurut kalangan lembaga swadaya masyarakat dan akdemisi, menunjukkan perlunya lebih memahami tentang seluk-beluk kerja seks di Singapura untuk memastikan perempuan dan anak perempuan tidak dieksploitasi.

Perubahan terbaru terhadap Women's Charter diajukan pada hari yang sama saat seorang mucikari bernama Lee Si Hong mengaku bersalah karena membawa sembilan perempuan Thailand ke Singapura untuk kerja seks.

Para wanita itu diminta bekerja selama 13 setengah jam sehari, melayani 26 hingga 28 pelanggan tanpa menerima pembayaran. Pekerjaan dimulai pukul 10.30 setiap hari dan baru akan selesai sekitar tengah malam. Setelah kuota terpenuhi, mereka hanya akan diberikan SGD 80 untuk setiap klien berikutnya.

Di antara amandemen yang diajukan terdapat usulan agar hukuman lebih keras diberlakukan terhadap kejahatan seperti perdagangan dan eksploitasi anak-anak untuk seks. 

Pelaku yang melakukan kejahatan tersebut untuk pertama kali dapat dikenakan hukuman penjara tujuh tahun dan denda maksimum SGD100.000 -- setara 10 kali lipat dari denda maksimum saat ini. Orang yang melakukan tipu daya terhadap perempuan atau anak perempuan untuk menjebloskan mereka dalam bisnis prostitusi juga diancam hukuman serupa.

Amandemen tidak hanya mencakup hukuman, namun juga memberikan definisi baru untuk rumah bordil dan menambahkan kekuatan ekstra teritorial untuk memerangi kejahatan online.

"Pekerjaan seks di Singapura tidak sepenuhnya ilegal, " Tutur Cory Wong, mitra senior di Invictus Law Corporation, "Hukum di Singapura tidak melarang prostitusi, tetapi melarang aktivitas yang terkait dengan prostitusi."

Kegiatan-kegiatan terlarang ini termasuk memasang iklan pelacuran dan hidup dari penghasilan pelacuran. Penghadangan semua jalur dan akses menuju prostitusi sedemikian diharapkan dapat membuat para peminatnya berpikir ulang, syukur-syukur membatalkan niat hingga prostitusi pun bisa dihindari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun