Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Raibnya Ahli Geografi Uyghur China yang Menggemparkan Dunia

13 Oktober 2019   06:20 Diperbarui: 13 Oktober 2019   06:31 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tashpolat Tiyip, ahli geografi asal Uyghur-China yang divonis hukuman mati oleh rezim penguasa China (doc.Amnesty International/ed.Wahyuni)

Tak ada seorang pun, di luar kalangan pemerintah Cina, yang tahu di mana Tashpolat Tiyip berada, tulis Catherine Matacic sebagaimana dilansir oleh Science Mag (10/10).

Tidak ada yang tahu persis tuduhan apa yang diajukan kepadanya, lanjut Catherine, satu-satunya hal yang diketahui oleh semua orang adalah bahwa pada bulan April 2017, ketika ahli geografi dan mantan presiden Universitas Xinjiang di rmqi tersebut bersiap terbang dari Beijing ke Berlin untuk menghadiri konferensi ilmiah dan peluncuran pusat penelitian, tiba-tiba saja dia menghilang.

Enam bulan kemudian, sebuah video propaganda Tiongkok beredar berisikan pernyataan bahwa Tiyip adalah salah satu dari 88 cendekiawan yang 'sangat meracuni pikiran' para siswa karena menyetujui penggunaan terlalu banyak buku teks dari sumber-sumber Uyghur.

Uyghur adalah kelompok etnis yang mendiami provinsi Xinjiang yang berpenduduk 24 juta orang, dimana sekitar separuhnya berasal dari etnis tersebut. 

Video itu menyebut Tiyip dan tiga separatis Uyghur lainnya sebagai orang-orang 'bermuka dua' lalu mengumumkan vonis atas mereka berupa hukuman mati dengan masa penangguhan 2 tahun.

Tashpolat Tiyip, lahir pada tahun 1958, tumbuh dewasa selama Revolusi Kebudayaan yang terkenal selama masa remajanya. Setelah lulus dari sekolah menengah pada tahun 1975, ia diminta untuk bergabung dengan 'Gerakan Menuju Pedesaan dan bekerja sebagai pengemudi traktor 'Oktober Merah' di ladang Kabupaten Nilka, di Prefektur Ili (MCLC Ohio State University, 25 Januari 2019)

Setelah enam bulan menabung gajinya, ia bisa membeli kamus Uyghur-Cina. Menurut salah satu kerabatnya, setiap malam dia akan menghafal setidaknya 50 kata Cina baru, yang akan dia ulangi berulang kali saat dia mengendarai traktor di ladang dari fajar hingga petang. Hal favoritnya setelah pulang kerja adalah duduk di samping Sungai Ili.

Sejak muda Tiyip bermimpi menjadi seorang ahli geografi agar bisa mengeksplorasi bentangan fisik  tanah airnya Uyghur. Dia memiliki keyakinan akan masa depan yang lebih baik ketika dia belajar bahasa Cina dan menikmati matahari terbenam di atas pegunungan.

Catatan selanjutnya adalah perjuangannya dalam mengejar impian, berawal dari menjadi mahasiswa jurusan geografi di Xinjiang University tahun 1978, mengawali karir sebagai dosen di almamaternya selepas lulus tahun 1983, lalu terbukalah akses untuk mengenyam pendidikan internasional.

Setiap liburan musim panas dan musim dingin selama 35 tahun, ia melakukan penelitian lapangan ke seluruh pelosok Uyghur untuk memahami sekaligus mempraktekkan cara memelihara ekologi dan tanah sungai dengan menerapkan teknologi sensor jarak jauh serta sistem lainnya.

Tiyip memenuhi hasrat ilmiahnya secara formal dengan mendaftar ke program pascasarjana di Tokyo University of Science (Jepang) tahun 1988. Ketika ia pergi, anak perempuan satu-satunya masih berusia empat tahun dan, menurut seorang teman, fotonya selalu ada di dompet Tiyip. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun