Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Begini Trik Anak Memanipulasi Orangtua

4 September 2019   12:57 Diperbarui: 4 September 2019   13:05 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyayangi tidak sama dengan memanjakan anak (doc.Verywell Family.com)

Mungkin anda pernah mendengar keluhan seperti ini, "Putriku itu tahu betul mesti ngomong apa untuk membuatku merasa bersalah dan akhirnya menuruti apa yang dia mau. Padahal aku sudah berusaha sebaik mungkin memenuhi kebutuhannya selama ini, tapi dia bikin aku merasa jadi orangtua yang menelantarkan anaknya ... itu,kan, ngaco!"

Bapak atau ibu yang melontarkan keluhan senada di atas merupakan korban manipulasi anak-anak. Senjata utama anak-anak tersebut berupa rangkaian kalimat toksik yang diucapkan dengan penuh keyakinan sedemikian rupa untuk menyudutkan para orangtua, yang sebenarnya baik-baik saja, jadi berpikir bahwa mereka telah berlaku sangat kejam dan tidak adil pada anak.

Perasaan bersalah yang terlalu mendalam di atas akhirnya mendorong mereka untuk mengalah dan mengabulkan tuntutan anak yang sebenarnya tidak penting-penting amat atau malah beresiko tinggi. Psikolog Jeffrey Bernstein,yang merupakan konsultan bagi para orangtua, sebagaimana dilansir dalam  Psychology Today, menyebutkan bahwa banyak kliennya mengeluhkan betapa rapuhnya mereka terhadap manipulasi anak-anak mereka sendiri.

Umumnya anak-anak, terutama yang sudah dewasa, mampu mendeteksi kelemahan psikis orangtua dan menggunakan kalimat-kalimat toksik untuk mencecarnya sampai mereka mengibarkan bendera putih karena merasa bersalah dan mengabulkan tuntutan sang anak.

Beberapa kalimat toksik yang sering dipakai anak untuk menimbulkan rasa bersalah orangtua adalah seperti berikut ini:

  • Jika ibu/ayah menyayangiku, pasti tidak akan banyak tanya kenapa aku butuh ini !
  • Ibu/ayah selalu menganaktirikan aku !
  • Kalian egois, hanya memikirkan diri sendiri, tidak pernah memikirkan orang lain !
  • Ibu/ayah tidak pernah menghargaiku !
  • Kupikir bisa mengandalkan ibu/ayah untuk urusan ini, nyatanya tidak bisa !
  • Oke, paling-paling aku bakal jadi gelandangan !

Mungkin redaksinya tidak persis sama, namun kalimat-kalimat senada di atas sebenarnya adalah pesan-pesan manipulatif yang berpotensi meracuni akal sehat orangtua dan membuatnya terplintir rasa bersalah yang tidak tepat. Lantas bagaimana sebaiknya merespon berondongan toksik buah hati tersayang itu ?

Bagi mereka yang sudah capek dimanipulasi anak sendiri, Jeffrey merekomendasikan satu kata untuk menguatkan, yaitu 'CUKUP!'.

Jika anak-anak anda, terutama yang sudah dewasa, mencoba mempermalukan anda untuk memaksakan kehendak mereka, jika mereka mencoba merisak secara emosional, jika mereka gagal menyadari bahwa kasih sayang atau semua hal positif yang anda miliki sudah dicurahkan kepada mereka; maka akhiri pertikaian dan katakan pada mereka atau, setidaknya berpikirlah bahwa itu semua, sudah CUKUP :

  • Sudah cukup dijadikan sasaran pelampiasan kekecewaan dan frustrasi anak yang salah kaprah
  • Sudah cukup menyiksa diri dengan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan di masa lalu
  • Sudah cukup menjadi orangtua gerak cepat yang otomatis merespon dan memecahkan masalah untuk berbagai drama-drama  setting-an anak
  • Sudah cukup membandingkan diri secara negatif dengan para orangtua lain yang anak-anaknya tidak bikin masalah seperti anak anda.

Jika suatu ketika anak mencoba memanipulasi atau menyakiti hati anda, Jeffrey merekomendasikan sejumlah langkah berikut :

  • Saat tengah berkomunikasi baik secara langsung, bertelepon, atau lewat teks pesan; siagakan pikiran anda untuk mengenali kalimat-kalimat manipulasi toksik seperti tertera di atas
  • Pahami manipulasi-manipulasi ini apa adanya dan bersyukurlah bisa mendeteksinya ketimbang terperangkap lantas menjadi korban
  • Sekarang, pikirkan 'Cukup!' dan bila dirasa memang harus diucapkan, maka katakana juga 'Cukup!'
  • Sadarlah bahwa setelah mengetahui bahwa 'semua sudah cukup' akan menguatkan diri anda untuk membuat batasan-batasan krusial dalam interaksi dengan anak, terutama anak dewasa, dan tak lagi menjadi korban manipulasi mereka.

Mencintai bukan berarti memanjakan apalagi sampai diperbudak, kesabaran dan ketegasan adalah bagian integral di dalamnya demi kebahagiaan bersama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun