Mohon tunggu...
Sabila Fatimah
Sabila Fatimah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Biologi ITS

Mahasiswa Biologi ITS

Selanjutnya

Tutup

Nature

Berpotensi Tsunami, Sudah Sesuaikah Pengelolaan Pesisir Laut Indonesia?

13 Oktober 2020   11:26 Diperbarui: 13 Oktober 2020   11:45 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wilayah pesisir merupakan suatu kekayaan yang sangat menggambarkan identitas Indonesia sebagai negara maritim. Posisi Indonesia yang diampit oleh dua samudra memberikan label kepada Indonesia sebagai negara yang sangat strategis. Sumber daya alam yang melimpah serta keindahannya sangat berpotensi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat pesisir. 

Sumber daya pesisir Indonesia mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif karena Indonesia mempunyai sumber daya pesisir dan lautan tropis yang terkaya di dunia dengan biaya eksploitasi yang relatif murah. Namun demikian, berdasarkan kondisi geografis dan geologisnya, pesisir pantai dan pulau-pulau kecil di Indonesia berpotensi besar mengalami bencana alam meliputi gempa bumi, tsunami, angin topan atau badai, dan banjir. 

Posisi Indonesia yang berada pada Pasific Ring Of Fire (cincin api) yaitu jalur rangkaian gunung api paling aktif di dunia memberikan kontribusi hampir 90 persen dari kejadian gempa di bumi. Sebagian gempa bumi yang terjadi adalah gempa yang besar. Selain itu, hal ini juga dipengaruhi oleh posisi Indonesia yang dikepung oleh tiga lempeng benua yaitu Pasifik, Eurasia, serta Indo-australia. Kemudian, apakah pengelolaan pesisir Indonesia sudah tepat terutama pada pesisir yang rawan akan bencana alam?

Baru-baru ini, informasi adanya potensi tsunami dengan gelombang mencapai 20 meter pada wilayah pesisir selatan Jawa muncul setelah riset yang dilakukan oleh salah satu ahli dari universitas ternama Indonesia yaitu ITB muncul ke publik. Beberapa wilayah sontak langsung memeriksa kesiapsiagaan sistem mitigasi wilayah pesisir masing-masing. 

Hal ini tentunya memunculkan memori lama di pikiran sebagian besar rakyat Indonesia mengenai bencana tragis yang pernah menghantam pesisir Indonesia. Kekhawatiran pun mulai timbul di kalangan masyarakat, terutama di wilayah pesisir. Di penghujung tahun 2004, Indonesia telah mengalami tsunami besar dengan gelombang setinggi 35 meter yang tak hanya menghancurkan Aceh melainkan juga menjalar ke pesisir Barat Sumatera. 

Sekitar 170 ribu korban jiwa dan banyakknya kerugian harta akibat bencana tak bisa dihindari. Pada 17 Juli 2006, rentetan gempa bumi yang disusul dengan tsunami juga menghantam wilayah Palu, Sumatera Barat. Ratusan jiwa telah menjadi korban. Seakan tak cukup dengan itu, bencana tsunami kembali menerjang wilayah Palu dan wilayah Donggala, Sulawesi Tengah pada tahun 2018. Ribuan jiwa menjadi korban dan fasilitas luluh-lantah. 

Di penghujung tahun 2018, gelombang tsunami yang menerjang pesisir Banten dan Lampung yang menyebabkan ratusan orang meninggal dunia, ribuan orang terluka, serta belasan hilang. Rentetan kejadian tersebut menimbulkan pertanyaan, apakah pengelolaan wilayah laut dan pesisir yang rawan bencana telah sesuai? Berdasarkan data-data terjadinya tsunami di wilayah pesisir Indonesia yang masih banyak menelan korban dan kerugian materi tersebut menunjukkan bahwa kesiapan wilayah pesisir Indonesia masih perlu ditingkatkan.

Pada wilayah yang rawan gempa burni dan tsunami seperti di pesisir barat Sumatera dan selatan Jawa, secara tidak langsung bencana alam selalu mengancam penduduk yang berternpat tinggal di wilayah pesisir tersebut. Upaya yang dapat dilakukan adalah rnerninimalkan dampak bencana yang akan terjadi dengan upaya pengelolaan pesisir dengan mitigasi terstruktur dan sistematis. Upaya yang dapat dilakukan dapat seperti pernbuatan peta rawan bencana, peta kerentanan, peta risiko, sistem peringatan dini, penyadaran masyarakat, pembuatan bangunan fisik maupun rehabilitasi fungsi kawasan alami seperti sand dunes, terurnbu karang, mangrove maupun vegetasi hutan pantai. Secara teknis kegiatan struktur/fisik untuk mitigasi terhadap jenis bencana gempabumi dapat meliputi : penggunaan konstruksi bangunan tahan gempa, penyediaan tempat logistic, penyediaan prasarana dan sarana kesehatan dan penyediaan prasarana dan sarana evakuasi.

Pengelolaan pesisir dalam rangka penanganan bencana tsunami dapat dilakukan dengan beberapa upaya fisik. Secara ideal dapat digunakan mitigasi yang komprehensif, yaitu dengan mengombinasikan secara fisik dan non fisik. 

Hal pertama yang perlu disipakan adalah penyediaan sistem peringatan dini (early warning system). Sistem peringatan dini ini biasanya dikaitkan dengan alat/instrumen deteksi tsunami yang memiliki kemampuan cepat dalam membaca kenaikan gelombang laut tiba-tiba yang disebabkan oleh gempa bumi. 

Selain itu, upaya fisik lainnya yang bisa dilakukan adalah penggunaan bangunan peredam tsunami seperti dike (tanggul) atau breakwater (pemecah ombak). Cara ini memang membutuhkan biaya yang lebih tinggi namun cocok dan cukup efektif untuk melindungi ase-aset vital bernilai ekonomi tinggi yang ingin dilindungi seperti kilang minyak, industri padat modal, fasilitas pelabuhan, perkantoran, hotel, fasilitas wisata dan kawasan strategis lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun