Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Serba-Serbi Pekerja Migran Indonesia di Belanda (01)

19 Juli 2019   01:10 Diperbarui: 19 Juli 2019   02:28 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.ns.nl/stationsinformatie

[Rafi]

Namanya Rafi (bukan nama sebenarnya), pria lajang yang berusia sekitar 25 tahun. Sudah bermukim di Amsterdam hampir tiga tahun. Paspornya sudah expired. Tak punya izin tinggal resmi.

Rafi bekerja serabutan di Amsterdam. Melalui jaringan komunikasi antar sesama pekerja migran Indonesia di Belanda, Rafi sesekali menerima panggilan kerja dari Den Haag atau Rotterdam.

Berapa rata-rata penghasilan Anda setiap bulan? Tanya saya.

Nggak pasti. Sebagai pekerja serabutan, upahnya rata-rata 7 sampai 10 Euro per jam. Kalau misalnya ada rumah tangga meminta saya potong rumput di halaman rumahnya, dan saya bekerja sekitar 5 sampai 6 jam, tinggal dikalikan saja: 6 jam x 10 Euro = 60 Euro. Lumayan buat hari itu.

Tapi namanya pekerja serabutan, ya, nggak pasti adanya. Cuma namanya rezki, ada saja jalannya. Meski pas-pasan, tapi sejauh ini, belum pernah sampai kehabisan duit untuk makan dan sewa kontrakan. Pada hari itu, saya memperhatikan sekilas, pakaian Rafi relatif necis.

Rafi tinggal bersama temannya sesama pekerja migran asal Indonesia di sebuah kontrakan di Amsterdam dengan tarif sewa 450 Euro per bulan. 

Rafi mengaku, sebelum ke Belanda, ia pernah bekerja di salah satu negara Asia. Lalu pulang ke kampungnya di salah satu kabupaten di Jawa Timur. 

Ketika akan berangkat ke Belanda, melalui sebuah calo penyalur tenaga kerja di Surabaya, Rafi mengaku menghabiskan total sekitar Rp50 (lima puluh) juta, untuk biaya administrasi, dokumen pendukung, visa, tiket pesawat ke Belanda, jasa penyalur dan uang saku untuk beberapa bulan pertama di Belanda. Uang itu, sebagian dari hasil kerjanya di salah satu negara Asia selama dua tahun, sebagian lainnya pinjaman.

Karena itu, kata Rafi, selama satu tahun pertama di Belanda, sebagian besar penghasilan kerja saya untuk membayar utang di kampung. Memasuki tahun kedua, utang saya sudah lunas.

 (BERSAMBUNG)

 Syarifuddin Abdullah | Den Haag, 15 Juli 2019/ 12 Dzul-qa'dah 1440H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun