Pada mulanya adalah tipu, lalu tipu kemudian tipu lagi. Semuanya hanya tipu-tipu. Lantas masing-masing mencoba membenar-benarkan tipuannya, pun dengan cara menipu.
Sepintas semua berjalan sesuai hasrat. Namun ketika masing-masing menyadari bahwa tipuannya tak lagi bisa memukau bahkan otak lugu sekalipun, nasi telah menjadi bubur.
Karena merasa dirinya 'Peluncur', para 'Pion' bergerak ke segala arah melebihi batasan langkahnya. Kaki 'Kuda' yang seharusnya berayun membentuk hurup 'L', malah meloncat-loncat tak karuan.
'Benteng' kokoh, yang mestinya hanya bergerak simetris ke depan atau mundur, ke kiri atau ke kanan, malah bergerak diagonal layaknya sang 'Menteri'.
Sang 'Raja' anteng mengamati prajuritnya, merasa dirinya berkuasa, padahal semua bidak di panggung catur digerakkan oleh sang 'Pemain', yang sesungguhnya juga bidak.
Walau tak sadar, semua menjadi korban kutukan tipu-tipu. Karena di balik yang tampak, ada kelompok pemain yang memiliki semua instrumen untuk menentukan siapa menang, siapa kalah.
SA, Den Haag, 24 Mei 2019