Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memaknai Lapar dan Dahaga

5 Mei 2019   18:07 Diperbarui: 5 Mei 2019   18:26 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lapar dan dahaga adalah simbol dari ambisi. Ketika pemenuhannya melebihi batas normal dan kadar pantasnya, lapar-dahaga berubah menjadi kerakusan. Kerakusan sendiri mewakili sifat atau naluri ketidakpuasan. Dan ketidakpuasan hanya mungkin dijinakkan melalui pengendalian diri.

Pengendalian yang dibalut dengan sentuhan spiritual itulah yang merupakan makna inti dan hakiki dari berpuasa. Bukan sekedar menahan lapar dan dahaga.

Dengan begitu, puasa merupakan instrumen atau ikhtiar menjinakkan semua jenis nafsu yang telah-sedang-akan cenderung liar. Sebuah kombinasi antara pengendalikan ambisi fisik dan dan menjinakkan naluri ketidakpuasan. Ambisi fisik dan naluri ketidakpuasan adalah sumber dari segala macam petaka jiwa.

Ketika upaya pengendalian fisik dan spiritual itu dilakoni secara sadar, dengan balutan niat ketaatan menunaikan perintah, maka efek lapar dan dahaga secara fisik menjadi tak bermakna. Karena lapar dan dahaga sudah berubah menjadi kenikmatan yang tak tepermanai; karena puasa ditunaikan semata memburu ridha-Nya.

Selamat menunaikan bagi yang menjalankannya.

Syarifuddin Abdullah | 05 Mei 2019/ 29 Sya'ban 1440H

Sumber: Republika

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun