Hari ini Sabtu. Hari libur kantoran di ibukota.
Dan Sabdan telat bangun pagi. Lalu meng-qada' shalat fajarnya di waktu dhuha. Pagi itu, sinar matahari pagi tak tampak menerangi kota. Cuaca di langit kota mendung. Sekilas ia menengok ke luar rumah lewat jendela: terlihat gerimis ringan, yang terkesan akan awet.
"Hari ini aku ingin mengikuti apa kehendak hatiku dan pikiranku", Sabdan bergumam, dengan suara yang nyaris tak terdengar kecuali telinganya sendiri. Tidak ada agenda yang diagendakan. Tak ada rencana yang direncanakan. Mengikuti insting saja. Ingin berbahagia di hari Sabtu.
Seusai shalat qada' fajar, Sabdan teringat janjinya kepada anaknya pada Jumat sore kemarin untuk pergi berenang ke pantai. Segera, Sabdan memanggil anaknya, untuk bersiap ke pantai.
Sepanjang perjalanan menuju pantai, gerimis terus membasahi jalanan kota. Namun begitu tiba di pantai, gerimis berhenti, mendung menghilang dari cakrawala. Cuaca terang dan matahari mulai menerangi langit kota.
***
Di pantai yang biasanya ramai anak-anak berenang terlihat masih sepi. Jarum jam belum juga menunjuk pukul 09.00 WIB.Â
Turun ke laut yang juga masih sepi. Mulai berenang, sesekali mengapungkan diri: tergeletak di permukaan air, tanpa gerak, persis seperti gabus yang terbawa arus. Sabdan lalu teringat nasehat seorang dokter: berenang adalah obat alami untuk mengatasi pengapuran. Sebab ketika berenang, tubuh manusia terbebas dari daya gravitasi bumi. Meski tak paham benar maksud hubungan antara gravitasi bumi dan pengapuran tulang manusia, Sabdan mempercayai nasehat dokter itu.
Setelah sekitar sepertempat jam berenang dan mengupungkan diri, masih dalam pakaian renang, Sabdan tiba-tiba teringat pada sebuah buku, yang pernah dilihatnya di toko buku beberapa bulan lalu. Novel sejarah berjudul Calabai: Perempuran dalam Tubuh Lelaki, karya Pepi Al-Bayqunie, yang mengulas kehidupan dan perlakuan terhadap para Waria di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan: Bugis, Makassar, Toraja dan Mandar.
Hatinya lega, ada sentuhan rasa puas dan bahagia yang menggoda hatinya. Ia tersenyum. "Aku mau membeli buku Calabai" bisiknya dengan suara yang nyaris tak terdengar oleh orang di sampingnya.
***