Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Membaca Substansi "Final Communique" KTT OKI Istanbul

14 Desember 2017   08:55 Diperbarui: 14 Desember 2017   20:27 2236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: hurriyetdwikynews.com

Seperti diprediksi sebelumnya, KTT OKI di Istanbul Turki, 13 Desember 2017, berakhir dengan final communique yang tidak terlalu signifikan. Selain mengecam keras "Trump Declaration", yang mengakui Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel, setidaknya ada dua poin yang layak diapresiasi:

  1. Mengakui Jerusalem sebagai Ibu Kota Negara Palestina.
  2. Akan memutus hubungan dengan negara manapun yang nantinya memindahkan Kedubes-nya ke Jerusalem.

Namun jika dicermati, dua poin penting ini pun sebenarnya juga tidak aplikatif. Sebab mengakui Jerusalem sebagai Ibu Kota Palestina, tetap tergantung pada persetujuan Israel, yang nyaris mustahil terjadi. Artinya tidak mungkin Israel menyetujuinya. Bandingkan dengan "Trump Declaration" yang diterima semua lapisan masyarakat Israel.

Terkait dengan poin penting yang kedua (memutus hubungan dengan negara manapun yang nantinya memindahkan Kedubes-nya ke Jerusalem), menurut saya, bahkan jauh lebih sulit. Sebab poin ini akan berhadapan langsung dengan kebijakan "Trump Declaration".

Ilustrasinya: poin kedua itu menunut pemutusan hubungan dengan Amerika, lebih dulu. Sebab diasumsikan, hanya Amerika yang bisa dan berani pertama kali membuka Kedubesnya di Jerusalem. Pertanyaannya, kecuali Iran, negara anggota OKi mana, yang berani memutus hubungan dengan Amerika.

Sebenarnya ada gagasan terobosan terkait pemindahan Kedubes negara manapun ke Jerusalem, yang diusulkan The Economist, edisi 07 Desember 2017, yaitu setiap negara langsung membuka dua Kedubes sekaligus di Jerusalem, satu untuk Israel, dan satunya lagi untuk Negara Palestina. Seandainya Donald Trump langsung memerintahkan pembukaan dua Kedubes Amerika di Jerusalem, reaksinya mungkin akan berbeda. Dan pembukaan dua Kedubes secara secara simultan ini sejalan dengan “Solusi Dua Negara”.

Poin-poin lain dalam final communique KTT OKI Istanbul lebih merupakan pengulangan dari keputusan-keputusan sebelumnya. Poin membuka semacam biro OKI di Jerusalem, yang khusus memantau setiap kebijakan Israel yang berpengaruh terhadap kondisi riil tanah Jerusalem, sebenarnya sudah dilakukan oleh Otorita Palestina, yang dipimpin Mahmoud Abbas (Abu Maazin).

Selain itu, ketidakhadiran pimpinan tertinggi dua negara Muslim besar (Mesir dan Saudi) tentu saja mengurangi bobot KTT Istanbul (catatan: poin ketidakhadiran pimpinan tertinggi dari Mesir dan Saudi Arabia memerlukan satu-dua artikel tersendiri).

Dan terdapat dua poin pernyataan Mahmoud Abbas yang juga layak diapresiasi: (1) bahwa Otorita Palestina tidak akan memandang penting lagi keterlibatan Amerika sebagai sponsor atau mediator proses perdamaian selanjutnya; (2) penegasan bahwa Palestina tidak akan peduli lagi dengan semua tekanan dari pihak Amerika, seperti upaya Amerika yang meminta Otorita Palestina untuk tidak ngotot melegalkan keanggotaannya di berbagai organisasi internasional, khususnya lembaga-lembaga onderbuow PBB.

Dua poin pernyataan Mahmoud Abbas tersebut, pada hakikatnya mengandung penolakan terhadap semua kesepakatan sebelumnya yang sudah diteken bersama Israel, yang kini sedang berjalan, terutama Oslo Accord 1993, yang antara lain berisi Israel mengakui Otorita Palestinan, yang berkantor di Ramallah, Jerusalem.

Berbagai harapan yang bersifat kagetan dan nendang terkait hasil KTT Istanbul nyaris tak satupun yang terpenuhi. Presiden Turki, yang sebelumnya sempat mengancam akan memutus hubungan Turki dengan Israel, nyaris tak terdengar di KTT Istanbul.

Mungkin karena itulah, respon publik Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza terlihat adem ayem saja. Bahkan terkesan mereka tak peduli dengan pernyataan kecaman keras setiap delegasi ataupun terhadap final communique KTT Istanbul. Warga Palestina di Tepi Barat dan Jakur Gaza seolah mengatakan: "kami tidak butuh omongan, yang kami perlukan adalah aksi nyata terhadap omongan itu"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun