Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Riyadh Summit: Jokowi Mewakili Asia

22 Mei 2017   13:14 Diperbarui: 22 Mei 2017   16:09 939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arsip pribadi: foto Presiden Jokowi ketika memberikan sambutan dalam Riyadh Summit, 21 Mei 2017, yang difoto dari siaran langsung stasiun televisi satelit Alarabiya.

Selama sepekan terakhir, Riyadh ibukota Saudi Arabia menjadi fokus perhatian global, karena dua alasan: pertama, Riyadh dan Saudi Arabia merupakan kota dan negara pertama yang dikunjungi oleh Presiden Amerika Donald Trump dalam lawatan luar negerinya, sejak berkuasa di Gedung Putih. Dan kedua, karena Riyadh menjadi tuan rumah sebuah summit (KTT), yang menghadirkan delegasi dari 56 negara Muslim, yang diselenggarakan pada Ahad, 21 Mei 2017.

Dari segi tema, sejak awal sudah diketahui bahwa tujuan Riyadh Summit adalah membentuk sebuah komitmen bersama: memerangi terorisme. Namun seperti diketahui, dalam kebijakan regional Saudi Arabia, Iran adalah ancaman yang biasa disebut “kekuatan jahat” yang selalu diposisikan mengancam Saudi. Karena itu, muncul argumen bahwa Riyadh Summit juga merupakan agenda mengisolasi Iran. Dan agenda ini klop dengan kecenderungan politik luar negeri Donald Trump.

Riyadh Summit yang berlangsung maraton sehari penuh pada 21 Mei 2017, sebenarnya dibagi dalam tiga sesi yang terpisah: sesi pertama adalah pertemuan KTT Saudi-Amerika yang bersifat bilateral; kedua pertemuan antara GCC-US Summit (GCC adalah lembaga regional yang beranggotakan 6 negara Teluk: Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Saudi, UAE); dan ketiga pertemuan puncak yang melibatkan 46 negara Muslim, termasuk Indonesia, yang disebut Arab Islamic – US Summit.

Yang menarik, ketika memasuki sesi ketiga (Arab Islamic – US Summit), Presiden Indonesia Joko Widodo tampil pemberi sambutan ke-5 (setelah Raja Salman, Donald Trump, Raja Abdullah dri Jordania dan Presiden Mesir Abdul Fattah Al-Sisi).

Dan terlepas apakah Anda setuju atau tidak, berikut beberapa kutipan pidato yang menarik dan tegas tentang memerangi terorisme dan menghadapi Iran.

Raja Salman: “Dunia menyaksikan berbagai aksi teror justru sejak Revolusi Iran, 1979”.

Donald Trump: “Amerika tidak ingin mendikte setiap negara, dan Amerika tidak bisa mewakili keinginan setiap negara, tapi Amerika ingin setiap negara berinisiatif sendiri untuk menentukan yang terbaik bagi masa depannya; bahwa 95 persen korban aksi teror adalah umat Islam”.

Presiden Mesir, Abdul Fattah Al-Sisi mengatakan: “Memerangi terorisme harus dilakukan secara komprehensif tanpa membeda-bedakan kelompok (isyarat kepada Ikhwanul Muslimin); menghentikan semua sumber suplai senjata, sumber pendanaan, dukungan ideologi dan tempat perlindungan”.

Presiden Jokowi: “Memang memerangi terorisme perlu kekuatan (militer), tapi terorisme juga merupakan persoalan pemikiran dan ideologi. Perlu perimbangan antara solusi kekuatan militer dan solusi ideologis/pemikiran dalam memerangi terorisme”.

Namun betapapun pentingnya dan glamournya pertemuan sekelas Riyadh Summit yang melibatkan sekitar 56 negara, namun ada beberapa kritis yang perlu dicermati:

Pertama, bahwa kemampuan Saudi mengumpulkan sampai 56 negara untuk berbicara tentang agenda strategis bagi Saudi, harus diakui sebagai indikator posisi dan pengaruh Saudi.

Kedua, setiap pertemuan non formal yang melibatkan banyak negara, selalu ada kelompok yang biasa disebut steering commettee, penentu tema dan tujuan pertemuan tersebut.

Ketiga, tak bisa dipungkiri bahwa sebagian negara yang menghadiri Riyadh Summit semata karena “tidak enak hati” saja dengan Saudi, bila sampai tidak hadir. Karena itu, setiap pembahasan detail agenda, pada level expert akan diwarnai perdebatan yang sengit.

Keempat, Riyadh Summit sebenarnya merupakan lanjutan dari Koalisi Sunni (kadang dibaca menjadi Koalisi Anti Iran) yang juga diinisiasi oleh Saudi pada tahun 2015, yang sejauh ini tidak efektif. Dan ketidakhadiran Iran – mungkin karena memang tidak diundang sejak awal – semakin memperkuat dugaan bahwa Riyadh Summit, selain bertema memerangi terorisme, juga merupakan agenda mengisolasi Iran. Dan ini bukan hal baru, sebab selama ini, Saudi memang selalu menyatakan agenda ini secara terbuka dan gamblang di berbagai forum internasional.

Kelima, dua hari sebelum KTT, saya berada di Kota Riyadh, dan sempat berkeliling kota dan bertemu dengan sejumlahpakar, sebagai bagian dari orientasi tentang Riyadh Summit. Ada satu pemandangan yang bagi saya menarik: di setiap sudut kota Riyadh terpang papan iklan dalam berbagai ukuran yang menampilkan hanya foto Raja Salman bersama Presiden Amerika Donald Trump, dengan kalimat tag: “TOGETHER WE PREVAIL”, yang dalam bahasa Arabnya ditulis (العَزْمُ يَجْمَعُنَا) yang berarti: “TEKAD YANG MENYATUKAN KITA”. Saya tidak melihat ada foto pemimpin dari negara lain dipasang di jalan-jalan protokol Kota Riyadh.

Keenam, penampilan Jokowi sebagai pemberi sambutan kelima boleh disebut sebagai penghargaan khusus bagi Indonesia. Sebab Indonesia dan Jokowi tampil dan ditampilkan sebagai perwakilan Asia non-Arab, menggeser Turki, Pakistan, Malaysia, Brunei Darussalam.

Syarifuddin Abdullah | Riyadh, 22 Mei 2017 /  25 Sya’ban 1438H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun