Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

10 Poin tentang Kunjungan Raja Salman ke Indonesia

26 Februari 2017   01:16 Diperbarui: 26 Februari 2017   14:00 5872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: http://www.alhayat.com

Sebagai imbalannya, Raja Salman kemungkinan akan memeinta Indonesia mencabut moratorium pengiriman TKI ke Saudi yang berlaku sejak 2011. Perlu dicatat, sejak tahun 1980-an, hampir semua keluarga di Saudi mengandalkan pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia. Dan mereka relatif merasa lebih nyaman dengan PRT asal Indonesia dibanding PRT dari negara lain. Dan pemberlakuan moratorium itu telah mencipatakan "krisis rumah tangga" di Arab Saudi.

Ilustrasinya, bila Anda orang kaya, tentu akan merasa sangat direpotkan bila harus mengganti popok bayi setiap satu jam.

Tapi harus dicatat, meski ada moratorium, tetap saja ada banyak PJTKI nakal, yang mengirim TKI ke Arab Saudi melalui jalur ilegal. Belum lagi persoalan sejumlah kasus yang menimpa TKI di Arab Saudi, sebagian di antaranya terancam hukum mati.

Selain itu, harus diakui bahwa pengiriman TKI ke Saudi, yang berlangsung sejak tahun 1980-an, telah menimbulkan berbagai persoalan sosial, dan image yang hampir semuanya nggak enak. Sebagian orang Indonesia menilai bahwa para TKI di Saudi, khususnya PRT, mendapatkan perlakuan yang mirip-mirip perbudakan. Dan image itu mempengaruhi cara pandang sebagian warga Saudi setiap kali melihat orang Indonesia. Seorang istri atau anak perempuan dari diplomat asal Indonesia misalnya bisa diperlakukan layaknya seorang PRT. Ini persoalan budaya, dan perlu proses waktu untuk memperbaikinya.

Keenam, secara tekonologi, saya berani memastikan Indonesia jauh lebih maju dibanding Saudi. Kalau Anda berkunjung ke kota-kota Saudi, memang akan terkesan modern. Tapi hampir semua kemajuan itu dioperasikan oleh tenaga asing. Boleh dibilang, Saudi adalah negara pembeli teknologi, bukan pengelola apalagi produsen teknologi.

Ilustrasinya, kita tidak akan ketemu sentra-sentra pemalsuan barang-barang elektronik di Saudi. Artinya, jika membeli handphone merek iPhone atau camera Sony misalnya, tidak usah ragu, barangnya pasti asli, hundred percent. Tapi kalau di Indonesia, sering kita sulit membedakan mana iPhone dan camera Sony yang asli, semi asli dan yang rakitan.

Karena itu, salah satu agenda besar Raja Salman adalah melakukan kerjasama strategis dengan Indonesia di bidang teknologi (modal Saudi, tenaga ahli Indonesia). Dan Indonesia mampu dan siap dengan tawaran kerjasama tekonologi tersebut.

Ketujuh, setiap manfaat selalu ada sisi negatifnya. Secara sosial keagamaan, muncul kekhawatiran bahwa bila Saudi Arabia hadir di Indonesia “dengan kekuatan penuh”, maka salah satu implikasinya adalah perkembangan kelompok-kelompok yang biasa disebut penganut Wahhabisme. Terkait hal ini, ada kubu keagamaan yang mungkin akan merasa cukup terganggu: kalangan Nahdliyyin dan komunitas Syiah (Tapi uraian soal ini membutuhkan beberapa artikel tersendiri).

Kedelapan, akibat perkembangan global sejak beberapa tahun terakhir, Saudi memang sedang menjejaki negara tujuan investasi alternatif. Seperti diketahui, sejak tahun 1970-an, investasi Arab Saudi yang bernilai triliunan dolar terfokus ke Amerika dan Eropa Barat. Namun akibat perkembangan global, investasi itu rentan dengan ancaman pembekuan aset atau kadang dijadikan “senjata blackmail” untuk menekan Saudi. Buah simalakama bagi Saudi.

Nah, di antara sekian banyak negara Muslim Sunni di dunia, Indonesia menawarkan pasar yang menjanjikan. Bila akhirnya Saudi memilih Indonesia sebagai tujuan alternatif investasinya, maka salah satu negara yang mungkin paling akan cemburu adalah Malaysia.

Kesembilan, di bidang pariwisata, memang banyak warga Saudi yang menghabiskan masa liburannya di Indonesia, di Bali atau di puncak Bogor. Tapi pengalaman saya beberapa kali berkunjung ke Arab Saudi, sejak tahun 1990-an, banyak sekali generasi muda Saudi yang lebih akrab menyebut tujuan wisata di Malaysia (misalnya Langkawi), dibanding Bali dan Lombok. Sebab promosi pariwisata Malaysia di Saudi memang dilakukan secara massif. Hampir di semua kota Saudi kita bisa ketemu baliho besar yang mempromosikan Langkawi, dan tidak satupun baliho tentang Bali atau Lombok atau kota wisata Indonesia lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun