Mohon tunggu...
Saidatul muna
Saidatul muna Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Menemu Solusi Menuai Prestasi

23 November 2018   20:51 Diperbarui: 23 November 2018   21:24 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suara burung-burung hutan mulai menggema seakan memberi tahu jika sebentar lagi malam yang gelap segera menyelimuti. Minibus tua yang kami tumpangi masih mencoba membelah jalanan. Semua penumpang bus, sudah terlihat lelah dan beberapa diantaranya sudah terbuai oleh nyanyian alam senja. Sampai tiba-tiba bus yang membawa kami berhenti hingga membuat perjalanan kami harus terhenti. 

Sudah sekitar 4 km kami meninggalkan hutan konservasi, setidaknya kami masih harus menempuh 31 km lagi agar sampai di penginapan. Aku dan Her turun mencari penyebab permasalahan ini. Her sebagai supir kepercayaanku dalam perjalanan ini, menduga permasalahan ada pada air radiator yang bocor hingga menyebabkan minibus menjadi overheating.

Sudah sekitar 10 menit Her mencoba memperbaiki kerusakan pada minibus, tapi keadaan masih tetap sama. Penumpang lainnya yaitu para wisatawan yang aku bawa, mulai terlihat panik dan harap-harap cemas. Wajar saja hari sudah semakin gelap dan kami belum keluar dari hutan. sementara itu hewan malam sudah bersiap keluar dari persembunyiannya, kami benar-benar tidak tahu bahaya apa yang mengintai kami jika kami tetap di sini. 

Aku mencoba menghubungi dan meminta bantuan dari orang yang bisa aku mintai bantuan. Kabar baiknya temanku yang tinggal dikota dekat penginapan bersedia membantu, namun kabar buruknya dia baru bisa sampai sini sekitar 2 jam 15 menit dari sekarang dan hanya bisa membawa 4 orang dengan mobilnya. Aku mencoba mempertimbangkan dan mencari solusi lain. 

Disaat yang sama Fred, salah satu wisatawan yang aku bawa ijin untuk buang air besar didalam hutan. Fred adalah penumpang paling tua diantara kami berdelapan. Dia seorang ahli biologi yangsudah biasa keluar masuk hutan, meskipun kakinya sudah tidak sempurna hingga harus menggunakan bantuan tongkat, dia masih tetap semangat dalam perjalanan ini. 

"Ray, sepertinya akan susah jika aku membenarkan sendiri. Aku benar-benar tidak tahu harus ku apakan minibus ini. Sudah ku coba betulkan, tetap saja mesinnya mati. Kau harus cepat mencari bantuan." Keluh Her yang mulai terlihat putus asa dengan rasa bersalahnya. 

"Iya Her, aku baru mendapat konfirmasi dari penjaga pondok hutan konversasi, dia bisa membantu dengan meminjamkan motornya dan menawarkan untuk menginapkan sementara para wisatawan, kira-kira butuh waktu 30 menit perjalanan pulang pergi kesana. Menurutmu sebaiknya kita bagaimana?". aku mencoba meminta saran dari Her, aku sendiri bingung dengan situasi ini. semuanya kurang memecahkan masalah, masing-masing memiliki kekurangan dan tidak bisa mengakomodasi kebutuhan semua penumpang. 

"Aku ikut saja denganmu. Aku percaya kamu bisa memecahkan masalah ini lebih baik dariku". Ucap Her yang juga terlihat bingung, namun tetap mencoba meyakinkanku.

Waktu sudah pukul 17.43, Aku harus segera memutuskan apa yang sebaiknya dilakukan. Aku mencoba melihat peluang bantuan lain yang ada. Di depan kami ada kampung terdekat yang jaraknya enam Km dengan medan yang cukup berbahaya. 

Setidaknya jika perjalanan pulang pergi ke pondok membutuhkan waktu 30 menit untuk menempuh jarak 4 km, maka untuk menempuh jarak 6 km butuh waktu 45 menit untuk perjalanan bolak-balik. Jika mencoba meminta bantuan, dikampung tersebut pasti penduduknya memiliki perlengkapan yang lebih memadai untuk 

menghadapi kehidupan hutan belantara. Diantara penduduk pasti ada juga yang memiliki mobil, mengingat mobilitas manusia jaman sekarang yang tinggi. Selain itu juga dikampung tersebut sangat memungkinkan ada warga yang bisa membantu memperbaiki kerusakan pada minibus tua kami. Kawasan yang kami kunjungi tidak benar-benar pedalaman mengingat ada hutan konservasi yang bisa kami kunjungi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun