Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Tegalsari, Aroma Menyengat dan Geliat Bisnis Ikan Laut

17 Desember 2018   10:00 Diperbarui: 19 Desember 2018   15:41 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siang yang terik. Sedang matahari belum sampai tegak lurus di atas ubun-ubun. Saya memasuki pintu masuk Pelabuhan Perikanan Tegalsari, Kota Tegal. Lokasinya di tepi jalur Pantura. 

Kendaraan besar angkutan umum biasanya lewat jalur ini. Dan bau khas laut langsung menusuk hidung. Memusingkan bagi yang jarang berkunjung ke tempat seperti ini.

Kesan pertama adalah kotor. Dan agaknya pelabuhan perikanan ataupun pantai nelayan demikian adanya di Indonesia. Makin ke dalam kawasan, beberapa motor hilir mudik membawa keranjang plastik kuning. Kebanyakan motor bodong, yang tak berplat nomor itu. Ada yang berbodi agak bagus. Sebagian besar buruk rupa. Tapi tetap fungsional. 

Di belakang kendaraan itu ada gerobak roda dua. Yang pegangannya terikat pada sadel motor. Mereka mengambil dari tempat pengolahan ikan. Baik yang skala besar maupun industri rumah tangga (IRT). Dibawa ke gedung pelelangan. Pagi-pagi sekali sekitar pukul enam,para penarik gerobak mengantarkan ikan dalam keranjang itu. Mereka mendapat order di pelelangan, lantas mengirimkannya ke tempat yang dituju di kawasan itu.

Foto: Pribadi
Foto: Pribadi
Siang itu tempat pelelangan ikan tak seramai pagi. Sebagaimana dulu saya pernah ke sini. Tapi masih ada aktivitas penimbangan ikan. Tumpukan ikan dalam keranjang kuning masih nampak. Jika menjumpai tempat ini waktu pagi, akan tampak geliat ekonomi. Para nelayan baru pulang melaut. 

Banyak orang di halaman depan gedung. Para calon pembeli. Para penawar di sesi lelang. Para kuli lakukan bongkar muat. Ada beberapa perempuan bersepatu boot membuat catatan. Kemudian menyerahkan kertas itu pada para pengemudi motor bergerobak. Jumlahnya puluhan. Mereka yang mengantar ikan hasil lelang.

Penimbangan ikan. Foto: Pribadi
Penimbangan ikan. Foto: Pribadi
Saya keluar dari gedung lelang itu. Ke arah Utara, ke tepian pelabuhan yang bercor beton setebal 25 cm. Puluhan kapal nelayan bersandar. Berbagai ukuran. Ada yang tengah bongkar muat. Mengeluarkan ikan yang sudah tersimpan es itu ke dalam truk box berpendingin. Entahlah ikan apa itu. Bentuknya besar. Mungkin ikan tuna.
Foto: Pribadi
Foto: Pribadi
Bertanyalah kepada orang yang berada dekat kapal. Berapa lama melaut? Dia jawab seminggu. Bisa lebih, sampai dapat ikan banyak. Tak terbayang oleh saya, bertahan di tengah laut, menjaring ikan, dalam waktu lama.  

Perbekalan yang sewaktu-waktu habis. Belum lagi cuaca yang bisa buruk sewaktu-waktu. Tapi begitulah nelayan. Hidup di atas ombak. Ini pilihan atau keterpaksaan ekonomi, nyatanya mereka masih melakoni.

Di sekitar pelabuhan ini terdapat banyak usaha pengolahan ikan. Saya memasuki salah satunya.  Masih skala Industri Rumah Tangga (IRT). Saya merasakan bau yang menyengat. Amat menusuk hidung. Amis. 

Perempuan pekerja wanita duduk menghadap meja besar. Tangannya terampil memotong kepala ikan. Membelah perut, mengeluarkan "jeroan" dan menaruhnya pada tempat tertentu. Daging ikan punya tempat sendiri. Mereka beradu banyak dan cepat.  Uang yang mereka dapat berdasar berapa kilogram ia menyelesaikan tugasnya. 

Pekerja wanita di IRT. Foto: Pribadi
Pekerja wanita di IRT. Foto: Pribadi
Daging ikan digiling dalam sebuah mesin, yang daging dan tulangnya terpisah. Daging giling dikemas dalam plastik, kemudian dimasukkan dalam ruang pendingin. Pekerja yang keluar masuk ruangan ini berpakaian khusus untuk menahan dingin. Tiap hari ada dua armada truk yang mengirim daging ikan giling ini ke Jakarta.

Tapi, saya pun melihat beberapa orang bermotor. Pada sisi sadel terdapat wadah seperti tong plastik. Usut cerita, mereka membeli potongan kepala dan jeroan atau bagian ikan yang tak terpilih. Untuk apa? Mereka memanfaatkan itu untuk campuran pakan itik. Karena, protein ikan yang tinggi akan menghasilkan itik-itik yang berkualitas.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun