Mohon tunggu...
Saut H Aritonang
Saut H Aritonang Mohon Tunggu... -

ILO conference for trade unionist, human right activist, consultant for industrial relation harmony.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tak Lagi Ada Hargamu"Pemerintah"

23 Januari 2019   15:39 Diperbarui: 23 Januari 2019   15:57 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak perhelatan "debat presiden" pemilihan umum PILPRES indonesia tahun 2019, dengan segala komentar khalayak ada beberapa silang pendapat kabinet kerja yang mewarnai blantika perpolitikan nasional oleh pemerintah itu sendiri, dan akhirnya menjadi kualat terhadap pemerintahan dan REPUBLIK INDONESIA, antara biasa dan luar biasa :

1. Komentar pro 01 dan 02 adalah segmen yang biasa dan lumrah terjadi walaupun masih di jumpai hal hal yang menurut ukuran ketimuran di angap VULGAR, tetapi bila mengikuti komentar komentar khalayak amerika terhadap pemerintah nya sungguh belum seberapa dan Donal J Trump pun "berani" merespon dengan VULGAR komentar khalayak dan parlemen tentang "masalah tembok pemisah dengan mexico, sampai mengatakan "membangun tembok pakai KONTOL aja" .... aha ha ha ha ha .... donald... donald ... yach inilah gaya hidup zaman milenial dan global .... hebat... hebat

2. Di indonesia kita di kejutkan dengan sepak terjang "penasehat hukum jokowi", saudara Yusril izha mahendra yang tanpa ada "halilintar", dan memang udara "agak panas ketika itu", dengan berdampingan dengan sang komandan teroris abu bakar ba'asyir, menyampaikan pesan bahwa sesuai dengan perjalanan hukuman dan kemanusiaan "Presiden Joko Widodo" mengizinkan pembebasan nya, dan di respon Presiden bahwa pertimbangan nya adalah kemanusiaan dengan usia yang cukup tua 80 an tahun agar dapat bersama keluarga.

Beberapa hari kemudian dalam rapat menkopolhukan di putuskan bahwa pembebasan tersebut akan di kaji kembali, jadi apa yang di warta kan oleh yusril izha mahendra adalah tafsir nya, sebagai penasehat hukum joko widodo yang tidak ada kaitan nya dengan keputusan kabinet dan/atau pemerintahan REPUBLIK INDONESIA, sungguh "sliding tackle" dari "solo karier" seorang yusril izha mahendra "HAMPIR" mampu menghempaskan seorang presiden dan kabinet dan pemerintahan nya. 

3. Kritikan wakil presiden pak Jusuf Kalla yang mengatakan "untuk apa pembangunan kereta api "trans-sulawesi" apa yang akan di bawa kereta api dari makasar ke menado dan sebaliknya", gambaran ini mengindikasikan bahwa sebagai wakil presiden beliau tak tahu faedah pembangunan jalur kereta api itu untuk saat ini, dan merasa perlu untuk mengakatakan nya, agar khalayak memahami bahwa suatu pembangunan yang di lakukan oleh pemerintah seyogyanya adalah demu kepentingan masyarakat dalam arti kesehariannya dan sekeperluan hidupnya saat itu.

3. Polarisasi agama yang hampir mengikis faham kebangsaan indonesia, yang terdiri atas beribu pulau, beratus bahasa, beratus suku dan budaya TERUS MENDEKATI persentasi membesar ke 100%, tapi gaya berbangsa dan bernegara yang di tampilkan oleh para ELITE NASIONAL sungguh menambah besar nya persentasi tersebut dan memperlebar polarisasi yang terus melebar dan di rasa serta terasa oleh ELITE NASIONAL sebagai suatu yang sah-sah saja, sebagai hak azasi. Memang bisa juga di katakan sebagai hak azasi, tetapi bila sudah "melenyapkan" ke arah atribut kebangsaan dalam bernegara di REPUBLIK INDONESIA yang telah bersepakat dalam konstitusi 17 agustus 1945 dan PANCASILA, maka sudah kewajiban negara untuk meluruskan dengan CARA HUKUM, sesuai dasar negara yang berdasarkan hukum dan sudah berjalan akan 74 tahun merdeka.

Dari berberapa gambaran di atas, maka kita sudah harus SERIUS untuk mengantisipasi permasalahan deminpermasalahan tersebut dengan SEKSAMA DAN BERLANDASKAN PANCASILA SEBAGAI DASAR DAN SIKAP BERBANGSA DAN BERNEGARA, bukan dengan gaya himbauan, persuasi dan pembinaaan yang mengatas namakan "STATUS EKONOMI" yang di sandang oleh para pelaku tersebut, yang mengakibatkan perilaku itu.

O oh sungguh jelas bahwa kepemerintahan saat ini sangat lemah dalam bersikap sebagai bangsa dan cara bernegara yang termaktub dalam REPUBLIK yang menamakan dirinya NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA, tapi kebalikan nya sangat waspada dan keras, dalam menjalani dasar hukum saat bersinggungan dengan untuk kewibawaan pemimpin dalam pemerintahan tentu hal ini sulit untuk dikatagorikan sebagai "KUAT OTIRITAS" atau "LEMAH OTORITAS", yang pasti dalam hal ini yang terjadi adalah, TIDAK PAHAM NYA ELITE NASIONAL SEBAGAI PEMIMPIN PEMERINTAH DAN TIDAK PAHAM NYA MEMAHAMI PEMERINTAHAN INDONESIA SEBAGAI REPUBLIK YANG BEDASAR KONSTUTUSI undang undang dasar 17 agustus 1945 dalam berbangsa dan berbegara pada PANCASILA .... APA MAU DI KATA.... ???? sungguh "berontak jiwa ini", tapi semua telah BUTA DALAM KULTUS DAN KONTRA DALAM PILPRES YANG MEMANG TIDAK LAGI MENGHARGAI ATURAN PERUNDANGAN ITU SENDIRI, yach memang sudah tidak ada lagi harga mu berpemerintahan ....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun