Mohon tunggu...
Rizka Khaerunnisa
Rizka Khaerunnisa Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Mengumpulkan ingatan dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

"Mindfulness" dan Kesediaan Kita Melambat dalam Hening

18 Mei 2021   07:21 Diperbarui: 18 Mei 2021   18:58 1328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Daniel Mingook Kim on Unsplash

Baiklah, saat itu saya merasa sedikit terbantu berkat menyusun to-do-list di pekan pertama. Saya juga bertekad kuat untuk ber-monotasking, berusaha memilah tugas satu per satu. (Anda tahu, entah kenapa manusia gemar sekali multitasking dan menormalkan perilaku itu pada pekerjaan dengan tuntutan daya kognitif yang besar. Padahal, efek multitasking itu cukup buruk).

Namun, seperti yang sudah saya katakan di awal, saya tak patuh dan kesulitan berkomitmen untuk benar-benar menata diri.

Saya mencopot sticky notes itu, lalu menatap satu bidang dinding di hadapan saya. Tak jauh dari tempelan sticky notes, saya juga menggantung sebuah kanvas lettering bertuliskan 'just breathe'. Kali ini saya menarik nafas dalam-dalam dan mengembuskannya seolah tak tentu arah.

Seperti diingatkan pada sesuatu di tengah kekalutan, kata dalam lettering itu: napas.

Kepala saya penuh dan pening. Rupanya ini bukan sekadar tentang bagaimana saya mengatur jadwal harian hingga membuat boundaries antara dunia pekerjaan dan personal selama terkurung di dalam rumah.

Ini tentang apa yang bersarang di dalam pikiran saya. Dan, napas yang saya maksud bukanlah kata benda--bagi saya ia berubah jadi kata kerja dan merupakan penghantar yang baik menuju kesadaran, being in the present moment.

Baca juga: Perihal Kita, Pengelana Menuju Rumah atau Sebaliknya

Saya ingat-ingat kembali bulan-bulan yang telah lalu. Betapa banyak aktivitas yang saya jalani tak berada dalam kesadaran penuh. Dunia serba digital yang saya pijak seakan berlari terus-menerus--sekencang apa pun saya berlari, ia tak akan berhenti; begitu tergesa-gesa, serba cepat, dan menuntut kuantitas.

Dalam dunia yang seperti itu, saya kehilangan kendali diri. Banyak hal yang saya lakukan jadi serba autopilot. Atau, diri saya sudah berubah menjadi robot. Diri saya tak hadir secara utuh. Efeknya, saya tak mampu menikmati momen-momen kecil yang seharusnya bermakna.

Image by Free-Photos from Pixabay
Image by Free-Photos from Pixabay
Sejatinya, mindfulness adalah sebuah laku aktif, bukan pasif. Maka, betapa naifnya saya yang saat itu hanya menuliskan kata 'mindfulness' di sticky notes dan melupakan hakikat dari sikap aktif--ini tak ada beda dengan alarm di ponsel yang berdering tiada henti sementara kita enggan bangun dari tidur dan terlelap begitu dalam melupakan kesadaran.

Mindfulness adalah praktik, ia harus dilatih setiap hari, disiplin dan konsisten. Praktiknya bisa dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari meditasi sadar napas sampai kegiatan sehari-hari seperti saat makan, saat berjalan, atau saat bersih-bersih rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun