Mohon tunggu...
Rizka Khaerunnisa
Rizka Khaerunnisa Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Mengumpulkan ingatan dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Nomadland": Lanskap Puisi Para Pengembara

26 April 2021   07:24 Diperbarui: 26 April 2021   19:00 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Nomadland" (2020) dir. Chloe Zhao (Sumber: imdb.com / Searchlight Pictures)

Baca Juga: Sebuah Narasi Melawan Alienasi pada Kaum Urban dalam Film Little Forest dan Only Yesterday

Adegan yang menampilkan saat Fern bersama mobil van miliknya dalam film
Adegan yang menampilkan saat Fern bersama mobil van miliknya dalam film "Nomadland" (2020) dir. Chlo Zhao (Sumber: imdb.com / Searchlight Pictures)

Bob Wells seolah-olah mengingatkan kita pada kehidupan pengembara di abad perintis yang selalu hidup berkelompok--saling berkumpul dan menjaga satu sama lain. Sebab, apa bedanya jika menjadi pengembara (nomad) yang terputus dari koneksi komune dengan pemukim (settler) yang kesepian di panti jompo?

Justru hakikat pengembaraan ialah tentang perjumpaan dengan sesama manusia. Dan di dalam kamus pengembara, mereka tak pernah mengucapkan salam perpisahan terakhir. Yang ada hanyalah:

"Aku selalu bilang, 'Sampai jumpa di ujung jalan.' Dan aku pun menjumpai mereka. Entah sebulan, setahun, atau kadang bertahun-tahun, aku akan menjumpai mereka lagi." Ujar Bob pada Fern saat keduanya saling berbagi kisah.

Nomadland tak ubahnya seperti perjalanan spiritual untuk menemukan kembali makna "rumah" di hari-hari senja. Atau meneropong kembali rumah asal kita dari kejauhan, dari bentangan lanskap daerah rural tak berujung. Sembari memberi semacam jeda reflektif. Lantas, makna terbuka bagi penonton.

Baca Juga: Minari dan Makna Rumah di Tanah Asing

Mobil van milik Fern membelah jalanan Amerika bagian barat dalam film
Mobil van milik Fern membelah jalanan Amerika bagian barat dalam film "Nomadland" (2020) dir. Chloe Zhao (Sumber: imdb.com / Searchlight Pictures)

Saya jatuh cinta bagaimana cara-cara Zhao, sang sutradara, bercerita. Nomadland menyulam atmosfer paling subtil dari setiap perjalanan yang dilalui Fern. 

Mood dibangun sedemikian rupa dari musik ritmis Ludovico Einaudi dan sinematografi yang merekam detail-detail sederhana; momen saat Fern menyetir mobil sendirian sementara di sekelilingnya jalanan sunyi, atau saat Fern membacakan Soneta 18 karya Shakespeare:

Shall I compare thee to a summer's day?
Thou art more lovely and more temperate.
Rough winds do shake the darling buds of May,
And summer's lease hath all too short a date.

....

Ya. Menonton Nomadland cukup dihayati dan dinikmati, layaknya puisi. Saya kira begitu.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun