Mohon tunggu...
Rizka Khaerunnisa
Rizka Khaerunnisa Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Mengumpulkan ingatan dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"The Cleaners", Benang Kusut dan Kerja Suram Moderator Konten Media Sosial

7 Oktober 2019   01:32 Diperbarui: 7 Oktober 2019   18:50 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Cleaners | Foto: sundance.org

Pernahkah unggahan konten Anda di platform media sosial--entah itu Facebook, Instagram, Twitter, atau YouTube--terhapus karena dianggap melanggar kebijakan dan peraturan?

Kalau pernah, ada dua kemungkinan penyebabnya. Anda memang sengaja mengunggah konten yang tidak pantas, atau... konten yang Anda unggah sebetulnya baik-baik saja tapi entah kenapa kok dianggap sebagai suatu pelanggaran ya...

Dan juga, pernahkah Anda bertanya-tanya, siapa yang sebetulnya menghapus konten itu dan yang menentukan baik-tidaknya peredaran konten di media sosial?

Saya baru mengalaminya sekali, sih. Waktu itu saya mengirim pesan teks lewat Facebook yang berisi kata-kata "PKI". Teks itu terhapus begitu saja. Saya dianggap melanggar ketentuan. 

Saya heran dan tertawa sinis dalam hati. Lha, sebelah mana salahnya? Teks yang saya ketik tidak ada sangkut-pautnya dengan tendensi provokatif maupun mendiskreditkan pihak tertentu.

Keanehan semacam ini pernah dialami seorang penulis Norwegia, Tom Egeland, pada 2016 lalu. Ia mengunggah foto jepretan Nick Ut, fotografer Associated Press, yang ikonik itu; foto gadis kecil telanjang yang berteriak dan mencoba melarikan diri dari hantaman perang Vietnam tahun 1972.

Foto itu sarat dengan historisitas dan memperoleh penghargaan Pulitzer Prize. "Seven photographs that changed the history of warfare", tulis Egeland untuk unggahannya di Facebook. Namun Facebook menghapusnya dengan alasan "untuk menghentikan pornografi dan kekerasan". Ketika Egeland mengeluh tentang sensor ini, akun Facebook-nya di-suspend.

Tindakan sensor Facebook waktu itu sempat dikecam editor dan CEO media Aftenposten, Espen Egil Hansen. Ia melayangkan protes kepada Mark Zuckerberg dan mengkritisi cara "editorial" Facebook yang kacau.

Dalam film The Cleaners (2018), foto karya Nick Ut itu juga muncul sebagai pemantik isu. Sutradara Jerman, Hans Block dan Moritz Riesewieck, menyorot suatu adegan di mana seorang moderator konten tengah menimbang keputusan di depan komputer, apakah foto karya Nick Ut layak tayang di Facebook atau tidak. 

Sang moderator sebetulnya tahu belaka kalau foto itu ikonik, tapi toh dihapus juga karena dianggap melanggar peraturan--semata-mata karena foto itu telah menampilkan tubuh gadis kecil yang telanjang.

Nick Ut dan buah karyanya yang ikonik | Foto: Jakarta Post/Wienda Parwitasari
Nick Ut dan buah karyanya yang ikonik | Foto: Jakarta Post/Wienda Parwitasari
Nasib serupa dialami Khaled Barakeh pada 2015 lalu. Seniman asal Suriah itu mengunggah foto jenazah anak kecil yang hanyut di pantai Libya. Mereka adalah pengungsi migran. Barakeh menyebut album foto yang diunggahnya dengan "Multicultural Graveyard".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun