Mohon tunggu...
Rizka Khaerunnisa
Rizka Khaerunnisa Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Mengumpulkan ingatan dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Livi Zheng dan Adagium "Biarkan Karya yang Bicara"

5 September 2019   11:03 Diperbarui: 6 September 2019   13:47 1512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Saya nggak ingin banyak bacot tentang film Bali: Beats of Paradise karena belum menontonnya secara full, cuma video-musiknya saja. Tapi ekspektasi saya kemungkinan besar mirip-miriplah sama yang udah diulas Cine Crib, hehehe.)

Saya berhusnuzon. Barangkali Livi, sebagai "perempuan, Asia, dan muda", memang berniat melawan hegemoni Barat. Sayang, cara-caranya tidak tepat. Yang ada justru terjebak dalam binaritas (dua kutub) antara orang Asia vs Amerika. Terjebak dengan stereotip yang itu-itu saja. Hasilnya serba paradoks, menentang sekaligus mengamini stereotip secara bersamaan.

Alice Qiang (Livi Zheng) dan Ken Qiang (Ken Zheng) digambarkan sebagai imigran gelap dari Asia, datang ke Amerika--hanya bermodal bakat melukis dan bertarung--dengan cita-cita bisa hidup kaya-raya. Alice menjajakan lukisan buatannya sementara Ken berusaha menarik pembeli.

Sayangnya, tak ada satu pun orang yang tertarik lukisan Alice. Orang-orang Amerika lebih simpatik terhadap bela diri yang mula-mula diperagakan Ken. Para penonton bertepuk tangan dan memberi pujian. Tak lupa, mereka juga memberi uang receh untuk Alice dan Ken.

Sampai di sini saya jadi gelisah. Penggambarannya terlalu banal dan klise. Orang Asia ditempatkan dengan posisi serendah-rendahnya, tapi memimpikan dan menikmati dunia dongeng Barat.

Ken misalnya, ia sangat senang memperoleh perhatian dan tepuk tangan dari orang-orang Amerika. Juga menikmati dunia modern ala Barat; takjub ketika memakan hamburger atau makanan khas Barat lainnya, senang bisa menonton film di teater pribadi sebebas-bebasnya, dan seterusnya. Alice sendiri masih mempercayai perasaan paradoks ini di scene menjelang akhir, "it's America, anyone can make it."

Saya bertanya-tanya, kenapa Amerika selalu dicitrakan sebagai negeri dongeng yang punya segala-galanya? Kenapa kesuksesan Alice dan Ken hanya diukur dari kacamata modern khas Barat?

Tiba-tiba saja di suatu hari ada seorang lelaki menjatuhkan uang $100 di hadapan Alice dan Ken yang tengah menggelar lapak di pasar. Namanya Justus Sullivan, orang kaya yang punya galeri seni dan tertarik membeli lukisan Alice. Sullivan dengan cuma-cuma pula memberi setumpuk fasilitas yang menjanjikan untuk kedua kakak-beradik ini; tempat berteduh, makanan, pakaian, ruang khusus dan peralatan melukis untuk Alice, juga arena tarung di sebuah sasana olahraga untuk Ken.

Waw, betapa itu semua keajaiban yang turun dari langit ketujuh! Tapi, adakah orang kaya plus super-baik-hati yang memberi kita segala-galanya dalam sekejap mata seperti itu di dunia nyata? Jawabannya Anda tahu sendiri.

Sullivan rupanya rubah berbulu domba. Ia manfaatkan keserbapolosan Alice untuk mengeruk keuntungan. Dalam pandangan Sullivan, pelukis Asia sangat mahir meniru suatu lukisan asli, ya kita mah suka nyebutnya dengan "KW". Alice disuruh meniru lukisan Van Gogh sama persis, sehingga Sullivan bisa menipu kliennya dengan dalih "ini lukisan asli kok". Perspektif ini seolah-olah bilang kalau nilai orisinalitas Asia lebih rendah ketimbang Barat, padahal ini keliru.

Yang paling mengkhawatirkan bagi saya terutama soal porsi peran tokoh-tokohnya yang tak imbang. Kenapa tak coba ciptakan tokoh Asia yang berwatak jahat dan licik? Kenapa harus orang Barat yang jahat dan licik? Kenapa Alice digambarkan sebagai orang yang polos dan cenderung takut mempercayai orang Barat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun