Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sang Guru dalam Metode Kekinian

26 Desember 2015   21:41 Diperbarui: 26 Desember 2015   21:51 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Courtesy: https://azzead.wordpress.com"][/caption]Beberapa bulan yang lalu, kira-kira memasuki tahun ajaran baru 2015/2016, saya dikejutkan dengan masih adanya pemberlakuan test calistung (membaca, menulis dan berhitung) untuk keponakan saya yang baru masuk SD kelas satu. Memang termasuk SD swasta, tapi bukankah larangan calistung sebagai bahan evaluasi masuk kelas satu SD/MI sudah tertera pada PP No. 17 tahun 2010 yang berbunyi:

Pasal 69

(5) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk yang lain yang sederajat tidak di dasarkan paada hasil test kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau bentuk test lain.

PP ini sangat jelas, bahwa apapun bentuknya tidak diperkenankan diadakan test kognitif sebagai bahan evaluasi masuk kelas 1 SD/MI, mungkin ada yang bisa menjelaskan mengapa masih ada SD (baik swasta maupun negeri) yang memberlakukan test sedemikian. Mungkin ini terdengar curhat. walapun pada akhirnya keponakan saya pun bisa masuk SD tersebut, namun dengan pendekatan kepada gurunya karena kami kebetulan merupakan warga lama di daerah itu yang satu kawasan dengan SD tersebut.

Terlepas dari itu, saya cukup yakin dengan banyaknya blog, website dan bahkan Kak Seto pun menjelaskan bahwa fungsi kognitif anak belum betul-betul sempurna sehingga calistung bukan sebagai bahan didik pokok anak kita diumur-umur emasnya.

Di umur emasnya anak harus lebih banyak diajarkan tentang keceriaan, kerjasama, empati, diberi contoh soal agama dan hal-hal yang menyenangkan lainnya, bukan dengan hitungan baca tulis. Karena itu saya yakin bahwa Si Komo pun sampai sekarang belum bisa calistung dengan sempurna, karena belum SD.

Lantas apakah mengajarkan calistung anak dilarang? Tidak, tidak ada yang menyebut dilarang, penyelipan pelajaran kognitif seperti huruf dan aljabar di dalam masa bermain anak cukup bagus untuk merangsang otak, tapi bukan sebagai bahan evaluasi, apalagi sebagai penentu kelulusan masuk SD kelas satu. 

Hampir saya ingin menulis tentang calistung tadi, ah tapi kan saya bukan ahli pendidikan, ngapain bicara calistung. Lebih pantas sepertinya untuk melihat latar belakang mengapa di Indonesia sempat populer syarat bisa calistung untuk masuk SD kelas satu.

Dua minggu lalu tepatnya saya ber-chatting dengan teman lama saya yang seorang guru di Jawa Timur, tentu saja saya mengeluhkan tentang test masuk SD tadi dan melihat jawabannya, cukup mengejutkan.

"Sekarang sudah enggak ada lagi kok calistung, di tempatku sudah enggak ada lagi. Itu bukan cara penerimaan anak SD" ujarnya dalam chat.

"Tapi enggak menutup kemungkinan lho ya, masih banyak juga SD yang masih gitu di daerah lain, temanku juga ada dan katanya mereka malas mengajar anak SD dari nol, maunya setengah jadi" sambungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun