Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Perang Generasi Transportasi, Siapa Pecundang?

27 Maret 2017   07:53 Diperbarui: 27 Maret 2017   17:00 1677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: www.tirto.id

Transportasi online di demo lagi, bentrok lagi, gak terima lagi para pengusaha (saya katakan disini para pengusaha) jasa transportasi konvensional yang ranah rezekinya “di caplok” oleh transportasi online.

Kenapa saya sebut pengusaha? Tentu karena langkah demo dan rusuh ini di inisiasi oleh para pengusahanya, bukan dari supirnya sendiri. Secara ruhiyah para supir dimapun (ini hasil wawancara sedikit dengan pada supir lho) punya kesamaan rasa yang dinamakan “sama-sama cari makan”, tidak semudah itu mereka bertindak rusuh ataupun demo tiada henti.

Bagi supir, demo artinya setoran mereka justru berkurang di hari itu, mana mau? Kecuali ada penggantinya, demo gapapa, yang penting setoran ke istri tetap. Itulah kenapa saya menenkankan para pengusaha tadi sebagai poros kerusuhan ini.

Secara revenue tentu jamak jika pendapatan transportasi konvensional menurun bahkan drastis dibanding ketika mereka berkuasa dulu. Sudah jangan beragumen bahwa transport online harus di atur undang-undangnya, masalahnya tidak serta-merta pada undang-undang, tapi nasib dari pengusaha transportasi konvensional yang diujung tanduk, sekarat.

Siapa para pengusaha konvensional tadi? Mereka adalah para pemain lama yang puluhan tahun menikmati hasil dari usaha mereka dibidang angkot, bus, taksi dsb. Mereka adalah generasi X atau Y yang sudah tidak mampu lagi beragumen, berimprovisasi bahkan sekedar mempelajari zaman.

Siapa para pemilik angkot? Mungkin disitu ada Haji X, Engkoh, ada si Abah ini, Abah itu, Babe ini, Babe itu, Engkong, dsb. Ada pensiunan TNI, ada pensiunan Polisi, PNS dsb yang notabenenya merintis usaha transportasi itu dengan gigih dalam jangka waktu lama, mengorbankan uang pensiun, uang bonus lima tahunan bahkan uang terima kasih.

Bandingkan dengan Nadiem Makarim yang merintis usaha transportasi online tak lebih dari lima tahun sudah bisa menggoyang para sesepuh diatas. Nadiem gak usah gaya-gayaan lah, siapa loh?

Tentu kita harus memaklumi perasaan para sesepuh itu. Melihat Nadiem dengan kasual tampil di televisi dan ujug-ujug berkata bahwa Gojek bisa meraup dana segar 7,2 Trilyun dari investor. Eh gila lu, Engkong aja puluhan tahun jalanin angkot paling banter ratusan juta, gak pernah nyampe em, apalagi te..itu udah dibelain jual kebon jengkol. Nah, coba kalian diposisi itu, apa gak kesel? Saya sih kesel.

Terus sekarang netizen dengan congkaknya berkata bahwa para pengusaha transportasi itu harus beradaptasi, adaptasi nenek lu!. Umur para sesepuh tadi saja sudah diukur dengan penggaris anak TK, terus kalian bilang mereka harus improvisasi? Memang kalian ini..tak berperikeangkotan!

Jadi, menurut saya mereka akan bertarung hingga titik darah penghabisan, hanya pandangan kita saja berbeda, netizen berharap agar pertarungan itu fair, dengan adu strategi, dengan adu akal dan improvisasi.

Tapi seperti kata diatas, nenek lu! Otak mereka sudah lelah diajak bertarung, masa-masa itu telah lewat, sekarang harapannya ya tinggal duduk manis dan pegang duit pensiun, gitu lho. Terus gimana? Ya cari jalan pintas, peraturan lah yang mereka tuju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun