Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Indonesia Bingung Corona, Pilih Ekonomi atau Nyawa?

23 Mei 2020   12:15 Diperbarui: 26 Mei 2020   04:09 7627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengemudi ojek daring (ojek online) menunggu orderan di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (7/4/2020). Berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah DKI Jakarta mulai 7 April 2020, pemerintah melarang transportasi daring khususnya sepeda motor untuk mengangkut penumpang. (Tribunnews/IRWAN RISMAWAN)

Di mana posisi penguasa? Ya, selamatkan 5-50 tahun ke depan, karena di situlah generasi kita hidup. Negara ini tetap ada jika regenerasinya tumbuh.

Dan dalam kondisi darurat seperti ini. Setiap hari harus selalu di ambil keputusan di dalam setiap pilihan terburuk.

Jika roda ekonomi dihentikan, mungkin virus penyebarannya bisa dibatasi, tapi sampai kapan? 3-4 bulan? Bahkan negara yang sudah nol kasus saja bisa muncul lagi.

Saya juga tidak bilang bahwa teori herd immunity bisa dipakai, meskipun logis. Karena angka infeksi di dalam herd immunity itu terlalu fantastis, 70-80% orang di dalam suatu negara harus terinfeksi dulu. 

Ya mana ada kawan. China, Italia, dan Amerika saja populasi terjangkit (positif Covid) kurang dari 1% dari total warganya.

Tak ada satu ahli pun di dunia yang bisa menjamin kapan kurva melandai dan bahwa hilang sama sekali, lockdown atau PSBB hanyalah "buying time" sampai vaksin sudah ditemukan. 

Kita bukan ahli nujum. Jangan sampai ketika kurva melandai, justru negara kita sudah porak poranda.

Ibarat sepeda bobrok, sebobrok-bobroknya sepeda tetap bisa berjalan hanya JIKA rodanya berputar. Indonesia, sebobrok apapun dia, tetap bisa berjalan jika ekonominya berputar.

Dan sayangnya, pemutar ekonomi Indonesia adalah tangan-tangan keriput buruh pabrik, raungan knalpot tukang ojek, jaring-jaring nelayan, tukang onde-onde, betis para tukang becak, gemerincing wajan tukang nasi goreng, jemari lincah para karyawan kantoran, tukang tagih utang, tukang es dawet, penjual kaos oblong, bahkan mas dan mbak pegawai Indo dan Alfa.

Merekalah yang anda anggap "bodoh" dan "egois" dalam rantai pasok ghibah Corona ini.

Apalagi di suasana lebaran. Jangan ngemeng soal mending di rumah daripada beli baju baru. Tradisi puluhan tahun tidak semudah itu diubah, ferguso! Ingat rantai pasok di atas, yang jualan baju juga butuh makan. Bukan mereka egois. Protokol Covid-nya yang saya anggap ngawur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun