Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mungkinkah Pemilu 2019 Rusuh?

25 Februari 2019   15:58 Diperbarui: 26 Februari 2019   13:57 3249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au

Jarum jam belum sampai di angka 7 pagi, ketika serombongan pemuda yang mengaku simpatisan Alliance, kelompok oposisi Honduras yang dipimpin oleh mantan wartawan olahraga keturunan Palestina, Salvador Nasralla mendatangi rumah Martinuz, seorang karyawan perusahaan retail di Tegucigalpa, Ibukota Honduras.

Mereka merusak pagar rumah Martinuz, menuntut Martinuz bersaksi di pengadilan untuk membuka dugaan kecurangan Pemilu dari petahana, Juan Orlando Hernandez dari partai Nasional. Martinuz adalah anggota "KPU"nya Honduras. Martinuz dipaksa membuka mulut, dan saat itu Martinuz tetap bertahan pada prinsipnya bahwa Pemilu sudah dilakukan sesuai dengan undang-undang.

Akibatnya, rombongan pemuda tadi mengamuk, rumah Martinuz di bakar dan merembet kepada kerusuhan massal di Honduras. Terjadi bentrokan antar massa dan kepolisian, total 11 orang meninggal dalam kasus Honduras pasca pemilu.

Hal serupa juga terjadi di Kenya pada pemilu 2007. Kerusuhan terjadi ketika oposisi Raila Odinga tidak terima hasil pemilu yang memenangkan petahana Mwai Kibaki. Kerusuhan memakan korban 1300 orang dari data resmi, data tak resmi melaporkan angka sampai 3 kali lipatnya. 

Kerusuhan terjadi lagi pada Pemilu 2013, dengan lakon yang sama, Raila Odinga pada oposisi melawan Uhuru Kenyatta, putra Presiden pertama Kenya Jomo Kenyatta. Odinga kalah lagi, rusuh lagi.

Jauh ke belakang, kita melihat pula masa kelam Jerman dalam proses Pemilu, saat itu tahun 1933. Sebelum Pemilu dilangsungkan, Reichskanzler saat itu, Adolf Hitler dan partai Nazi-nya mengangkat propaganda kasus terbakarnya rumah parlemen Reichstag dan ancaman penggulingan oleh Komunis sebagai menu utama.

Propaganda Nazi saat itu sangat massif dan terencana matang. Tuduhan Nazi terhadap Komunis sebagai biang keladi terbakarnya rumah parlemen dijalankan dengan aksi. Kekayaan partai komunis Jerman, KPD ditarik. Dokumen KPD di jarah, ribuan pendukung KPD dan Sosial Demokrat menjadi korban dan kabur keluar negeri. 

Ndilalah, ketika Pemilu berlangsung, partainya Hitler, NSDAP hanya meraih 49%, tidak cukup untuk memerintah tunggal. Tapi bukan Hitler namanya kalau menyerah. Dilakukanlah teror dan ketakutan di masyarakat, termasuk kepada Yahudi. Hasilnya partai KPD hancur dan yang muncul kemudian hanya 1 partai, partai Nasionalsosialis, di bawah kendali penuh Nazi.

Tiga kasus di atas adalah kasus di mana Pemilu yang seharusnya menjadi proses demokrasi dalam memilih pemimpin berbalik menjadi mimpi buruk. Pemilu bukan memajukan negara, malah menjadi sebuah kemunduran. 

Tiga negara di atas mengalami masa kelam politik selepas kerusuhan Pemilu. Honduras dan Kenya tak juga naik menjadi negara berkembang dengan strata baik, mereka jauh di bawah Indonesia. Pun Jerman yang kalah habis-habisan di Perang Dunia II. Beruntung bagi Jerman, karena intelektual masyarakatnya di atas rata-rata.

Tiga negara di atas pun memiliki ciri yang sama, kerusuhan yang salah satunya diakibatkan oleh ambisi kekuasaan yang mengerikan. Plus ciri-ciri tokoh utama yang nyaris sama. Begitu juga di Timur Tengah dan India, konflik pemilihan Pemimpin Negara berujung pada coupe de etat atau bahkan pembunuhan sang calon pemimpin negara menjadi sejarah hitam tak terlupakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun