Di sinilah Ikhwanul Muslimin (via PKS) dan Hizbut Thahrir merapat. Mereka butuh satu moment saja untuk bersatu. Dan seperti di aminkan, munculah kasus Ahok. Kasus Ahok suka atau tidak suka adalah momen untuk ketiga poros Islam garis keras itu bersatu. Mereka merapatkan barisan. Tujuannya satu: Berkuasa. Allan Nairn menulis di tirto.id bahwa kasus Ahok adalah dalih untuk makar.
Namun gagal, salah satunya adalah karena keberanian Presiden Jokowi untuk hadir di demonstrasi 212. Bahkan sholat bersama.
Nah, yang terakhir adalah karena orang Indonesia memiliki empati yang tinggi.
Berawal dari Suriah dengan tagar "SaveAleppo". Tagar ini mengusik empati kita, kita tergerak untuk prihatin dan membantu Suriah. Inilah yang kemudian disusupi oleh faksi radikal: Bantulah Suriah dengan mendukung kami. Kami di sini adalah: ISIS, IM dan HT.
Ada yang menarik dari sebuah diskusi di Masjid Salman. Seorang pakar IT Ismail Fahmi, mengungkapkan fakta bahwa buzzer politik yang mencuit Save Aleppo ternyata juga mencuit tagar ganti presiden.Â
Jadi jelas ada hubungan antara para pejuang Suriah (ISIS, HT, IM) dengan gerakan ganti presiden.
Indonesia akan di-Suriah-kan?
Bisa jadi, jika Suriah diserang salah satunya karena isu Syiah, maka Indonesia pun bisa, dengan dalih Jokowi anti Islam, antek Tiongkok, bahkan fitnah komunis. Komunis masih menjadi isu terseksi 2014-2019.
Ini sebuah bukti bahwa radikalisme di Indonesia adalah grand design yang tidak sembarangan. Terstruktur dengan rapi dan melalui jalan panjang. Bahkan ketika Khilafah tidak didukung oleh mayoritas rakyat Indonesia, FPI sudah punya Plan B: NKRI Bersyariah.Â
Apa itu? Nanti kita bahas.
Hanya tugas kita saat ini, mau diam saja, atau mulai beraksi? Your country will very soon brother..
Ah, tulisan yang panjang, kopi ku perlahan mulai dingin...