Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

"Otak Buaya" dan Agenda Besar Oposisi

12 Januari 2019   20:14 Diperbarui: 12 Januari 2019   20:18 875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: https://www.cnnindonesia.com

Pagi minggu lalu saya terbangun sebelum subuh, bukan karena mimpi, bukan pula karena maling, tapi karena suara ribut-ribut tetangga samping rumah saya. Masalah yang rumit, sang istri melabrak suaminya yang baru pulang dari kantor. Sang suami dituduh punya istri muda.

Selidik punya selidik, ternyata kabar sang suami punya istri muda adalah bohong. Sang suami pulang dini hari karena sibuk di kantor. Sang istri termakan hoax yang disebarkan oleh tetangga kami sendiri, yang cuma berselang tiga rumah dari rumah saya.

Kami pun menjelaskan fitnah hoax itu ke sang istri, tapi tidak mempan sampai detik ini. Sampai akhirnya saya membuka sosial media yang menjelaskan soal 'croc brain'. 'Croc brain' sebetulnya adalah sebuah singkatan dari Crocodile Brain, alias otak buaya. Bukan buaya dalam arti 'suka selingkuh', tapi otak buaya dalam arti respon pada ketakutan, bahaya, ketidakamanan alias insecure.

Croc brain bereaksi pada ketakutan, sama seperti buaya. Buaya hanya mengerti bagaimana menakuti musuh dan bagaimana cara bertahan. Inilah titik yang paling sensitif dari otak manusia, ketakutan memiliki sifat mudah di manipulatif. 

Jika anda pernah nonton film The Mist, anda akan paham. Fear can change anything.

Coba saja anda sodorkan ular plastik ke orang yang memiliki fobia terhadap ular, pasti orang itu akan panik, berteriak-teriak, bahkan mungkin membantingmu dengan gelas. Itulah bukti bahwa ketakutan mudah di manipulatif.

Sama seperti istri tetangga saya, meskipun diperlihatkan bahwa si penghasut tidak punya bukti, tetap saja dia tidak bisa terima. Inilah yang diincar oleh si penghasut, sifat insecure bahwa dirinya akan diselingkuhi mulai muncul.

Mirip dengan pola dalam praktik politik menjelang Pilpres 2019. Pola manipulatif ketakutan inilah yang diincar, titik 'Croc Brain' inilah yang dituju.

Polanya? Cukup gemborkan ketakutan akan bangkitnya komunis, gemborkan tentang TKA Tiongkok, gemborkan tentang hutang Indonesia, defisit neraca, isu surat suara bocor 7 kontainer dan yang baru, selang RSCM yang bisa dipakai berkali-kali.

Faktanya: Ketakutan akan komunis? Tidak terbukti. Tenaga kerja Tiongkok? Justru pada era SBY lah tenaga kerja Tiongkok memiliki jumlah terbesar. Hutang Indonesia jaman Jokowi terbesar? Memaparkan data ala dr Gamal Albinsaid tanpa memasukkan utang era SBY dan perbandingan dengan GDP adalah sebuah kebohongan besar.

Defisit neraca negara? Justru di tahun 2018 mencatat rasio defisit anggaran terendah sejak 2012. Rupiah pun sedang menguat terhadap Dolar. Isu lainnya: Pemerintah anti Islam, 7 Kontainer kertas suara Pemilu, lalu selang rumah sakit? Kesemuanya adalah bohong, hoax.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun