Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Filosofi Cara Makan Bubur Ayam dan Pilihan Politik

11 Oktober 2018   14:03 Diperbarui: 11 Oktober 2018   19:58 6160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://notepam.com

"Karena kalian melihat figur, Cebong suka dengan Jokowi, dan Kampret kagum dengan Prabowo, itu wajar, capek kalo cuma mengharap mereka pindah keyakinan" Ujar blio.

"Ada sosok, ada rasa"

"Tetapi manusia itu unik. Dalam teologi, selama 4 tahun ada saja Muslim jadi Kristen, yang Kristen masuk Islam, Kristen masuk Hindu dan Islam masuk Budha. Ada saja kan?" Sambungnya.

"Betul, kenapa demikian?"

"Karena tidak ada sosok, selain keyakinan (iman) dalam diri. Apakah umat Kristen pernah bertemu Kristus secara langsung? Bertatap muka gitu? Apakah Muslim pun pernah melihat Tuhannya secara langsung? Belum ada kan?"

"Karena manusia hidup di alam realita, hanya dengan keimanan yang hakiki yang bisa meyakinkan mereka secara utuh. Otak, secara naluri akan cenderung "merasa" dari apa yang mereka lihat, seperti melihat Jokowi, Prabowo ataupun bubur ayam"

"Membangun realitas lebih mudah. Itulah kenapa dalam 4 tahun seorang Cebong garis keras sulit pindah menjadi Kampret, begitupula bubur ayam. Tapi dalam 4 tahun itu bisa jadi dia berpindah agama. Tapi ya tidak sesederhana itu, meski ada saja.." Ujar blio menutup perbincangan.

Saya kagum, dari seonggok bubur ayam yang remeh, ternyata dari cara makannya mengandung filosofi manusia yang kompleks.

Dan di pagi yang lain, saya kembali menyempatkan makan bubur disebuah rumah makan yang oriental, di Balikpapan. Saya memesan bubur ikan dan Joni, teman saya memesan bubur ayam.

Datanglah bubur ayam Joni, berwarna putih bersih. Terlihat irisan cakwe mantul-mantul dari dalam bubur.

"Lho, ayamnya mana mbak" Tanya Joni ndeso.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun