Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Filosofi Cara Makan Bubur Ayam dan Pilihan Politik

11 Oktober 2018   14:03 Diperbarui: 11 Oktober 2018   19:58 6160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://notepam.com

Suatu hari saya sedang makan bubur ayam di pasar, namanya bubur ayam Cece'. Porsinya banyak, kuahnya kekuningan dengan irisan daging ayam yang besar, kulit ayam, emping, cakwe, kacang kedele dan krupuk. Buburnya sendiri bukan bubur biasa, tapi bubur yang sudah ada rasa gurihnya. Mirip bubur ayam oriental.

Disaat asyik menyantap bubur ayam tersebut, di seberang meja saya, seorang ibu memarahi putranya yang mengaduk bubur tersebut. Kata ibu tersebut, mengaduk bubur cuma membuat bubur tampak menjijikkan. Mbeleneg kalo kata orang Jerman.

Lebih jauh lagi ibu tersebut merendahkan kasta bubur ayam tadi, katanya: "Kayak bubur ayam kampung!". Segera saya ingin mengingatkan bahwa ibu makan di pasar, bukan di mall, tapi saya urung.

Si Anak tetap ngeyel, dan terakhir karena sudah tidak sabar dengan ibunya, anak laki-laki umur 8 tahunan tersebut mendadak keluar nyalinya, sedikit berteriak si anak berkata lantang:

"Gak mau bu, ini prinsip!"

Persis Mandra di serial Si Doel Anak Sekolahan.

Si ibu diam, saya tersedak. Saya buru-buru ambil minum. Sambil minum saya berpikir, apa iya saya bisa se-filosofis anak itu.

Betulkah sebuah hal sepele sesepele cara memakan bubur ayam bisa menjadi prinsip hidup?

Pulang makan bubur ayam, saya lantas pergi ke seorang tokoh untuk menuntaskan hasrat ke-kepoan saya soal filosofi bubur ayam. Jawaban blio cukup nyambung.

Bubur Ayam Pisah

Bagi penggemar bubur ayam pisah, bubur ayam itu disusun sedemikian rupa oleh si penjual dengan konteks kasta masing-masing. Terinspirasi pada kelas kasta India.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun