Mohon tunggu...
Ryan putra
Ryan putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sosiologi FISIP UNS

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Upaya Melestarikan Permainan Tradisional melalui Media Permainan Digital

1 Juli 2022   18:42 Diperbarui: 1 Juli 2022   19:51 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apa yang Perlu Dipertahankan dari Permainan Tradisional?

Permainan menurut KBBI adalah sesuatu yang digunakan untuk bermain atau sesuatu yang dipermainkan. Sedangkan menurut Plato, Aristoteles, dan Froebel, permainan adalah aktivitas yang memiliki nilai praktis. Nilai praktis di sini dapat dimaknai seperti berlari, melompat, menangkap, dan lain-lain yang mampu menumbuhkan fungsi motorik. Permainan juga merupakan alokasi sumber daya energi yang tersisa. Itu karena aktivitas bermain biasanya dilakukan sebagai aktivitas sampingan setelah semua aktivitas utama telah selesai (Musa et al, 2021). 

Permainan sendiri dalam perkembangannya terbagi menjadi dua, yaitu permainan tradisional dan permainan modern. Lalu, apakah permainan tradisional masih perlu untuk dipertahankan? Apakah kita harus tetap bermain dengan bambu dan sepotong kerikil demi keberlangsungan dari permainan tradisional? Bagi Anak-anak sekarang, mereka mungkin akan memilih untuk memainkan permainan modern seperti mobile legends atau free fire  dibandingkan engklek atau dakon. Lalu, muncul pertanyaan, yaitu bagaimana cara permainan tradisional agar terus bertahan di antara banyaknya permainan modern dan apa yang perlu dipertahankan.

Menurut pandangan penulis, hal yang perlu untuk ditekankan dalam mempertahankan permainan tradisional adalah nilai non-material yang terkandung dalam permainan tersebut. Hampir mustahil untuk terus mempertahankan suatu permainan tradisional jika arah yang difokuskan selalu pada alat bermain dan bagaimana cara memainkannya secara material. Misalnya, dalam permainan dakon, dalam memainkannya harus menggunakan biji-bijian atau kecik dan papan. Cara bermain menggunakan biji-bijian dan papan merupakan cara yang terikat dengan konteks zaman. Alat dari permainan tersebut adalah biji-bijian dan papan karena di zaman dahulu terdapat keterbatasan teknologi dalam memainkannya. Namun, di zaman sekarang, hal tersebut sudah berubah. Perubahan alat inilah yang nantinya akan dijadikan suatu media baru bagi keberlangsungan permainan tradisional.    

Digitalisasi Permainan Tradisional sebagai Bentuk Adaptasi

Dalam perspektif budaya, teknologi merupakan bagian dari budaya material. Teknologi adalah alat (tool). Keberadaan teknologi ini tidak dapat dipisahkan dengan bagaimana masyarakat menjalani aktivitas kesehariannya (Heslin, 2017). Misalnya dalam berkomunikasi, mulai dari zaman ketika manusia masih bercocok tanam hingga ketika manusia sudah masuk di zaman industri, komunikasi tetap ada. Namun, cara mereka dalam melakukan komunikasi tersebut berbeda. Zaman ketika telepon belum ditemukan, masyarakat perlu mendatangi secara langsung lawan bicaranya. Namun, ketika telepon ditemukan, hal tersebut tidak perlu dilakukan. Komunikasi dapat dilakukan hanya dengan duduk di dalam kamar saja pun tetap mungkin.

Melalui gambaran itu lah, suatu perubahan alat pasti menghasilkan perubahan aktivitas. Penolakan terhadap perubahan alat adalah tindakan yang kolot. Orang tidak dapat dipaksakan untuk terus berkomunikasi dengan bertatap muka dan secara langsung bertemu dalam ruang dan waktu yang sama. Begitu pula dengan permainan tradisional. Perubahan yang selalu menekankan pada pelestarian pada aspek material adalah cara yang kurang efektif. Perubahan seharusnya dilakukan pada nilai yang terkandung dalam permainan tersebut. Namun, digitalisasi juga memiliki kendala pada permainan tradisional yang membutuhkan aktivitas fisik seperti engklek, gobag sodor, dan jaluman. Meskipun terdapat batasan, masih banyak jenis permainan yang mungkin untuk dijadikan sebagai permainan digital, seperti jenis permainan bahasa (puk-puk bul, pitik walik sobo kebon, teng-teng ceker) (Siagawati et al, 2007).

Dengan penjelasan semacam itu bukan berarti bahwa penulis tidak ingin melestarikan permainan tradisional secara utuh. Akan tetapi, perlu adanya upaya yang lebih dari sekedar pelestarian yang bersifat material saja. Hal-hal yang bersifat material dapat didokumentasikan secara teks maupun audio visual. Namun, penghayatan dari aktivitas bermain lah yang perlu diutamakan. Penghayatan tersebut akan lebih mudah terwujud ketika medium yang digunakan tidak terlalu kaku, akan tetapi fleksibel sesuai dengan perkembangan zaman. Medium akan selalu berubah-ubah, akan tetapi nilai dapat terus bertahan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun