Mohon tunggu...
Ryan P. Putra
Ryan P. Putra Mohon Tunggu... Lainnya - Kupu-Kupu Kayu

Pemuda yang bercita-cita menjadi Spiderman dan penikmat kartun Spongebob. Saat SMA menjadi 'Kelinci Percobaan' Kurikulum 2013 atau K-13.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kanda di Kisah Hujan

19 September 2021   21:17 Diperbarui: 19 September 2021   21:20 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: weheartit.com

Jika para jutawan bertanya kepadaku, apa yang paling berharga dan tak tergantikan posisinya di jagad raya ini? Aku hanya menjawab Kanda, mutiara kasihku. Ia bukan segudang uang atau setumpuk emas yang tak bisa dihitung jumlahnya. Ia kekasihku.

Awal aku mengenal Kanda saat kami berteduh dari derasnya hujan di tempat dan waktu yang sama. Di teras sebuah toko yang masih tutup, kami mengawali kisah ini. Layaknya lelaki normal, aku mencoba menjabat tangannya tapi ia tak menjabat tanganku. Wajar saja, aku tak tahu sebelumnya bahwa di balik kerudungnya yang membuatnya tetap suci dari lelaki bukan muhrimnya.

"Sudah lama berteduh di sini, Mbak?"

"Baru saja kok. Sekitar sepuluh menit."

Kebetulan kami tak pernah bertemu sebelumnya, membuat kami saling malu bercerita. Tempat itu hanya ada kami berdua. Aku merasa tak enak berdua bersamanya. Anehnya, ia merasa biasa saja denganku. Tak merasa sedikit sungkan atau curiga denganku. Mungkinkah ia malaikat? Atau bidadari yang diutus oleh Tuhan dari surga untuk menemaniku beberapa saat? Rasanya tak mungkin. Ia manusia biasa, seperti denganku.

Aku lupa membawa ponsel dan tak memungkinkan aku membaca buku mata kuliahku hari itu. Tempat berteduhku terlalu sempit. Hanya menjulurkan tanganku ke depan saja sudah terkena air hujan. Aku memberanikan diri untuk bertanya-tanya dengan Kanda, daripada tak ada lagi yang bisa kami lakukan. Mengingat Kanda sedang melamun memandangi hujan yang tak kunjung reda. Entah apa yang ia lamunkan, aku tak tahu dan bukan urusanku. Aku tak ada maksud macam-macam dengannya. Serius. Yang aku lakukan saat itu hanya mengajak Kanda berbicara, menanti kedatangan pelangi selepas hujan pagi itu. Untung saja ia merespon baik pembicaraanku.

"Maaf, Mbak kuliah atau kerja?"

"Saya kuliah. Kalau Masnya sendiri?"

"Saya juga kuliah."

Kami bercerita banyak hal. Mulai dari kuliah kami yang kebetulan satu jurusan dan seperguruan tinggi, asal daerah kami, hingga bercerita tentang tim sepak bola favorit kami yang sama. Sekejap juga kami bertatapan, sekitar dua detik. Dalam waktu sesingkat itu aku melihat secercah pelangi di kedua bola matanya meski hujan masih mengguyur. Begitu indah dan mengesankan sekali, menurutku. Mungkin ia merasakan hal yang sama denganku. Dilihat dari cara melihatnya saja tak biasa lagi. Lagi-lagi ia tak mungkin seperti itu. Aku saja yang terlalu percaya diri dengannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun