Mohon tunggu...
Ryan Perdana
Ryan Perdana Mohon Tunggu... Administrasi - Pembaca dan Penulis

Kunjungi saya di www.ryanperdana.com dan twitter @ruaien

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keluh Seorang Penjahit Sepuh

14 September 2019   08:35 Diperbarui: 14 September 2019   08:42 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sewindu lalu saat pertama kali pindah ke Yogyakarta, saya tidak memasukkan tukang jahit sebagai sosok yang harus segera dicari. Namun rupanya, ia belakangan menjadi sosok yang memiliki urgensi tinggi.

Suatu ketika, tiba-tiba seseorang memberi saya sepotong kain batik. Saya menerima dengan suka cita. Selain karena kain itu sebuah kain yang bagus, seseorang sampai membelikan sesuatu pasti karena ia mengingat kita. Diingat itulah yang lebih memiliki nilai sentimental dibanding barang itu sendiri.

Keesokan harinya, tanpa informasi yang paripurna saya memutuskan membawa kain ke penjahit, yang kebetulan tempat operasinya sering terlewati. Ya, hanya karena sering saya lewati saya pasrahkan kain batik itu untuk digarap. Sungguh sebuah pengambilan keputusan yang tidak mengedepankan kaidah-kaidah ilmiah.

Sepuluh hari kemudian, baju batik telah siap dikenakan. Sebelum mencoba, saya menelisik baju ke segenap detailnya. Dari situ saya berkesimpulan, penjahit yang sering terlihat oleh mata belum tentu pas di hati dan badan.

***

Berawal dari pengalaman pahit kegagalan penjahitan batik hasil pemberian, saya merasa tukang jahit bukanlah sosok yang bisa dengan serampangan dipilih. Penjahit memiliki kelas setara jodoh yang harus dicari dengan sepenuh jiwa, pertimbangan yang matang, dan informasi yang memadai.

Tidak jarang, jodoh didapat dari teman atau kenalannya kenalan. Berangkat dari sana, saya putuskan mencari referensi penjahit yang oke dari sejawat yang selalu berpenampilan necis dan rapi jali. Ia merekomendasikan penjahit di dekat pusat kota Yogya.

Saat memiliki kain bahan, dengan keyakinan penuh saya menjahitkan di sana. Dalam tempo seminggu, kain menjelma kemeja yang menggemaskan. Sampai saat ini, penjahit itu tiada terganti.

***

Sekitar dua bulan lalu saya kembali sowan ke penjahit langganan. Yang mengejutkan, bapak pendiam dan irit senyum yang biasanya bertugas sebagai frontliner, telah digantikan pria sepuh ramah yang memiliki gurat sisa ketampanan di masa lalu.

Setelah sekian menit kami berbincang, rupanya tersimpan kisah mengharukan yang tersembunyi di balik etalase kemeja dan jas yang menunggu diambil. Terkuak, pria ramah (PR) tampil untuk sebuah tugas yang dilatarbelakangi permintaan seluruh penjahit yang bekerja di situ.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun