Mohon tunggu...
Ryan Perdana
Ryan Perdana Mohon Tunggu... Administrasi - Pembaca dan Penulis

Kunjungi saya di www.ryanperdana.com dan twitter @ruaien

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenang Kisahku Naik Kapal, Merenungi Karamnya KM Sinar Bangun

26 Juni 2018   13:15 Diperbarui: 26 Juni 2018   14:44 2073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: pixabay.com)

Mendengar kabar tenggelamnya Kapal Motor (KM) Sinar Bangun di Danau Toba yang diduga karena kelebihan muatan, seketika saya terkenang situasi saat menaiki sebuah kapal kecil. Peristiwa tersebut terjadi saat saya berkunjung ke sebuah pulau di lepas pantai Sulawesi.

Saya gembira menyambut perjalanan ke Sulawesi, karena itulah kali pertama saya ke pulau yang berbentuk mirip huruf K itu. Saya beberapa hari di sana untuk berkunjung ke sekian titik lokasi. Hingga di satu hari menjelang pulang, saya dan rekan-rekan harus menyeberang lautan yang gelombangnya menggoyahkan keberanian.

***

KM Sinar Bangun, sampai tulisan ini dibuat, masih dalam pencarian. Kemarin malam (25/6), Kepala Basarnas M. Syaugi memberikan keterangan sudah terdapat benda yang dicurigai sebagai KM Sinar Bangun di kedalaman sekitar 450 meter. Untuk memastikannya, hari ini pencarian dilanjutkan kembali.

Ratusan jenazah penumpang belum pula ditemukan rimbanya. Tim pencari sudah mencari dengan beragam cara. Mulai mengerahkan helikopter, mengelilingi dan menyelami danau, menelusuri tepiannya, sampai bertanya ke penduduk setempat.

Tenggelamnya KM Sinar Bangun membuat masyarakat terhenyak. Dalam pemberitaan dinyatakan, kapal tidak disertai pelampung yang sesuai dengan jumlah penumpang. Sementara, jumlah penumpang sesungguhnya masih dicari dengan mencocokkan data laporan masyarakat yang kehilangan anggota keluarga.

Manifes tidak ada, pun dengan surat izin berlayar. Penumpang tidak membeli karcis, karena membayar saat berada di atas kapal. Konon, menurut penuturan beberapa orang yang paham tentang situasi di tempat, seperti itulah lazimnya yang terjadi sehari-hari.

Perdebatan tentang kapasitas total kapal masih terjadi. Dikabarkan, kapal hanya ideal untuk menampung 40-an penumpang. Sedangkan, diduga, kapal berlayar memuat sekitar 200-an penumpang. Masih pula ditambah puluhan sepeda motor. Sungguh mencengangkan.

***

Beberapa saat jelang menyeberang, saya masih tenang-tenang saja. Dalam bayangan, kapal yang akan kami naiki sekelas kapal feri yang pernah membawa saya menyeberang ke Bali. "Ah tak masalah!" begitu batin saya. Karena berdasar pengalaman, kapal feri di Ketapang - Gilimanuk berlayar dengan tenang dan berwibawa. Bahkan, saya tak merasa kapal sudah jauh meninggalkan dermaga.

Sampai kemudian, saya turun dari mobil dan berjalan menuju tempat dimana kapal ditambatkan. Saat itulah, nyali saya drastis menciut sampai ke ukuran mikron. Yang tampak di depan mata adalah kapal kayu yang tak seberapa besar. Mesin penggeraknya pun diesel yang berisiknya melebihi rasan-rasan tetangga. Suaranya lebih dekat ke suara pesawat Hercules daripada suara mesin kapal kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun