Mohon tunggu...
Rio Anggara
Rio Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - -

-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

13 Jan 1913

23 November 2020   00:15 Diperbarui: 23 November 2020   00:51 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Tunggu, bagaimana dengan teman-temannya yang lain?" Tanyaku.

"Mereka meninggalkan." Jawab Ben singkat.

Jantungku rasanya seperti jatuh ke tanah. Apa yang sebenarnya terjadi, banyak pertanyaan timbul di hatiku yang ingin segera dijawab tapi kuputuskan untuk diam saja. Kamipun membawa Tiero kembali ke desa. Diperjalanan, kondisi Tiero semakin parah, dia Mulai tertawa tak terkendali, meronta-ronta ingin dilepaskan, bahkan dia sempat menggigit salah satu dari kami hingga berdarah. Ketika kami kembali, banyak warga desa melihat kami dengan ekspresi ngeri.

Kami sampai di salah satu rumah warga yang merupakan dokter desa. seorang lelaki paruh baya keluar dari rumah yang kuasumsikan sebagai dokter. Dia melihat kami dan ada tatapan ngeri ketika dia melihat Tiero yang tersenyum lebar dengan keadaan terikat.

"Apa yang terjadi padanya" tanyanya dengan ngeri

"Aku tidak tahu, dia tiba-tiba menyerangku dihutan." kataku, sambil memegangi Tiero agar tidak lepas

"Astaga, ayo bawa dia masuk." Katanya dan mempersilahkan kami masuk.

Agak susah memang membawa Tiero masuk, dia seakan-akan seperti hewan ternak yang hendak dipotong, dia terus meronta-ronta, menendang dan merusak apapun yang ada disekitarnya. Dia bahkan sempat menendangku di lengan bagian bawah Akhirnya setelah usaha yang keras dan luka lebam di sekujur tubuh, kami akhirnya dapat membawa Tiero ke kamar khusus dan menguncinya disana. Terdengar suara menggedor dari dalam.

"Kurasa dia aman disitu. Ya ampun, apa yang sebenarnya terjadi pada anak itu?" Tanya sang dokter.

Semua orang memperhatikan yang sedang membalut luka ditanganku.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya. Yang jelas, ketika aku hendak pulang aku mendengar suara tangisan. Kucoba cari sumber suara tersebut dan kudapati dia sedang terduduk dihutan sendiri. Kutanya apa dia baik-baik saja tapi dia malah menyerangku. Aku coba untuk melawan balik tapi dia telalu kuat, dia menekan ku ketanah dan mencekikku. Ada suara tawa disekeliling kami, tawa yang mengerikan, tawa yan-"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun