Mohon tunggu...
Rio Anggara
Rio Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - -

-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

13 Jan 1913

23 November 2020   00:15 Diperbarui: 23 November 2020   00:51 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku rasa sudah cukup. Pikirku ketika melihat hasil buruanku, "saatnya pulang" kataku sambil tersenyum. Kabut yang semakin menebal membuatku sulit melihat. Untungnya, aku hapal hutan ini seperti telapak tanganku sendiri, jadi tidak ada kesulitan bagiku untuk keluar hutan. 

Baru saja satu langkah aku berjalan, tiba-tiba kudengar suara rengekan dari dalam hutan. Terkejut dengan apa yang barusan kudengar, Aku coba memanggil siapapun yang menangis diluar sana. Tak ada jawaban. Karna rasa ingin tahu, Aku coba mendekati sumber suara tersebut hingga tak sadar telah melanggar pesan temanku.

Aku masuk kehutan sambil mencoba mendengarkan suara itu, sesekali aku coba balas memanggil berharap ada jawaban. Tidak ada jawaban, setelah lama mencari-cari Aku akhirnya menyerah dan hendak kembali ke desa ketika kulihat samar-samar diujung bola mataku. Kusipitkan mataku untuk melihat lebih jelas apapun itu. Terlihat samar-samar sesosok manusia terduduk dibawah pohon memeluk kedua lututnya. Akupun segera mendekatinya.

Setelah cukup dekat, aku mengenali siapa dia, Dia adalah salah satu pemburu dari kelompok lain bernama Tiero.

"Hei, apakah kamu baik-baik saja?" Tanyaku.

Suhu disekitarku mulai mendingin, nafasku mulai berkabut, semuanya mendadak hening, tak ada suara kecuali tangisan dari orang yang ada didepanku, rasa takut mulai menjalar ke seluruh tubuhku. Tiba-tiba Tangisannya berhenti. Ia memutar kepalanya kearahku dengan gerakan yang menyakitkan. tawa yang mengerikan terdengar disekitarku. Aku kaget dan menjatuhkan senjataku, jantungku berdebar kencang dan nafasku naik turun tak karuan. Ketakutan mengikatku ditempat tak bisa bergerak.

Tiero perlahan berdiri, melihatku dengan senyumannya dan langsung menerjangku. Aku yang masih ketakutan, tak dapat menghindar dan jatuh menghantam tanah. Dia mencekik leherku, menahanku ditanah. Aku mencoba untuk melepaskan diri tapi cekikannya semakin kencang. Suara tawa itu memenuhi kepalaku dan membuat dunia disekitarku serasa berputar. Aku mulai kesulitan bernapas, dadaku terasa sesak, aku tak punya energi untuk melawan lagi. Kupikir inilah saatnya aku mati.

tiba-tiba kurasakan sesuatu menarik Tiero dari tubuhku, melepaskan ikatannya dari leherku. Kuterbatuk, mencoba mencari nafas dan melihat siapa yang telah membantuku. Kulihat keatas dan Tiero sedang dipegangi Ben dan 5 orang

"apa yang terjadi" tanya Ben berusaha menahannya

"A-aku tidak tahu, kudapati dia dalam keadaan seperti ini" jawabku terengah-engah.

"Kita bawa dia ke dokter, dia sudah tak terkendali." Kata yang lain dilanjutkan dengan anggukan. Salah satu dari mereka mengeluarkan seutas tali yang kemudian digunakan untuk mengikat kedua tangan Tiero

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun