Mohon tunggu...
Rio Anggara
Rio Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - -

-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

13 Jan 1913

23 November 2020   00:15 Diperbarui: 23 November 2020   00:51 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ku buka mataku, mencoba melihat sekelilingku dan menebak pukul berapa sekarang. Hawa dingin yang datang dari luar membuatku ingin tidur kembali, tapi kupaksakan untuk tetap bangun. Aku berguling ke kiri dan melihat keluar jendela, "masih pagi" gumamku, aku berdiri, melakukan sedikit peregangan dan melihat sekeliling kamarku sekali lagi sebelum aku keluar kamar. Ku ambil handuk yang tergantung di dinding dan masuk ke kamar mandi. 

Air dingin yang menerpa diriku langsung membangunkan sarafku yang masih tertidur lelap, selesai mandi aku pergi kedapur untuk membuat sarapan, kunyalakan kompor dan kuambil telur yang ada di rak lalu kupecahkan telur diatas wajan yang panas. Suara desis yang keluar dari telur ketika menyentuh wajan terdengar jelas di seluruh penjuru rumah, bau harum dari telur yang sedang digoreng mulai tercium dan membuatku menjadi lapar, kuambil daging kering lalu kupotong kecil-kecil dan kumasukan kedalam wajan. Beberapa menit kemudian, telur telah matang dan siap untuk disajikan. 

Setelah sarapan aku bersiap-siap untuk berburu, kuambil senapan yang terpajang di ruang tamu dan bersiap untuk keluar menuju hutan. Desa kami berada di lembah yang dikelilingi gunung, dekat dengan mata air dan dikelilingi oleh tembok yang digunakan untuk menghalau binatang buas. satu-satunya cara keluar desa adalah melewati gerbang utama yang berada di balai desa.

Aku biasanya berburu bersama temanku, Ben. Kami biasanya berkumpul di lapangan desa. Ben mengatakan lapangan desa adalah tempat yang cocok untuk berkumpul, tapi aku tau dia mengatakannya karna dekat rumahnya.

Baru saja berjalan beberapa meter, jantungku berhenti sebentar. Didepanku, sedang membawa keranjang buah apel, adalah gadis tercantik di dunia. Rambut coklatnya yang tergerai ke belakang, mata sebiru lautan dan kulit seputih mutiara. Ia bagaikan bidadari yang turun langsung dari surga. Jantungku berdebar tak beraturan tetapi kucoba untuk tetap tenang. Dia melihatku dan tersenyum, aku coba membalas senyumnya tapi karena gugup, senyumanku malah terlihat aneh.

"Hai Jason"

"H-hai, Annie" jawabku dengan gugup

"Mau kemana?" Tanyanya.

"M-mau pergi b-berburu, k-kamu sendiri?"

"Mengantarkan apel ke ayahku"

"O-oh"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun