Mohon tunggu...
Ryan Charlie
Ryan Charlie Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Darurat Petani Muda Indonesia

9 Januari 2019   19:36 Diperbarui: 9 Januari 2019   19:40 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sektor pertanian sudah ditinggal oleh banyak generasi muda Indonesia. Inilah alasan mengapa pertanian tanah air sulit berkembang. Kebanyakan dari mereka lebih memilih mencari pekerjaan ke kota. Akibatnya persawahan hanya diisi oleh para orang tua.

Sektor ini dianggap tidak mampu lagi menopang masa depan, akses lahan dan modal yang terbatas, dan minimnya berbagai dukungan lain dari Kementerian Pertanian menyebabkan potensi pertanian tidak bisa digarap optimal.

Seperti yang terjadi di Kabupaten Cirebon, dulunya daerah ini adalah sentra produksi pertanian Indonesia. Namun akibat terhentinya regenerasi, kondisi berputar 180 derajat. Bahkan disampaikan langsung oleh Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Cirebon Drs H Imron Rosadi MAg kepada Radar Cirebon, lumbung besar itu kini terancam punah.

Jika daerah yang menjadi sentranya saja berpotensi punah, bagaimana dengan daerah lain yang sawahnya mungkin hanya sepetak-dua petak? Bukan tidak mungkin seiring bertumbuhnya masyarakat,  persawahan itu berubah menjadi perumahan.

Melihat kepada data rata-rata usia petani di Indonesia semakin tua. Dalam 30 tahun terakhir, kelompok usia petani di bawah 35 tahun menurun dari 25% menjadi 13%. Sementara petani yang berusia di atas 55 tahun meningkat dari 18% menjadi 33%. Jika regenerasi petani gagal dilakukan akan menjadi ancaman serius di sektor pangan. Lahan-lahan pertanian akan berpindah tangan.

Padahal, badan khusus PBB akan menyediakan pendanaan khusus untuk pengembangan pertanian atau International Fund for Agricultural Development (IFAD) jika rata-rata usia petani Indonesia di bawah 50 tahun. Namun realitas yang terjadi justru Indonesia terancam kekurangan SDM pertanian di masa depan.

Ada yang tidak beres dari pengelolaan yang dilakukan kementerian terkait. Upaya yang mereka lakukan untuk meningkatkan daya tawar pengelolaan di sektor pertanian bagi generasi muda justru bisa dibilang blunder. Mereka melakukan mekanisasi alat pertanian dengan membagi-bagi alsintan. Padahal dengan adanya alsintan justru berpotensi menghilangkan peran petani.

Seharusnya yang paling pertama dilakukan adalah menyediakan generasi baru yang siap pakai. Jika sudah ada sumber dayanya, pengelolaan pun akan menjadi lebih teratur. Perlu diingat pula, menekuni sektor pertanian tak harus menjadi petani. Tapi bisa juga dengan mengambil jurusan pertanian dan mengembangkan ilmunya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun