Mohon tunggu...
Ryan Budiman
Ryan Budiman Mohon Tunggu... Freelancer - Sedang Menulis

Berbagi, sambil menata kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Serpihan-serpihan Fakta Tentang Mohammad Hatta

30 September 2012   11:41 Diperbarui: 13 Oktober 2022   07:26 6126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

# Tentang kucing dan binatang piaraan

 

Bung Hatta menyenangi binatang kucing. Ketika di Penjara Glodok, seekor kucing entah kepunyaan siapa selalu datang ke tempat Bung Hatta. Kucing itu disayang dan diberi makan olehnya.


Waktu di Boven Digul, Bung Hatta memelihara seekor anak kucing dan anjing, namanya Hitam dan Juli. Kedua hewan tersebut akur. Sama seperti kucing dan anjing lain yang ada di Boven Digul.


Di Bandaneira, Bung Hatta memelihara kucing bernama Hitler, manun kucing ini kabur. Kemudian Bung Hatta memelihara kucing lain yang diberi nama Turki.


Di rumahnya, kucing kesayangan Bung Hatta bernama Jonkheer, sebuah gelar bangsawan pada masyarakat Belanda. Di Vilanya di Megamendung, Hatta mempunyai ikan kesayangan yang bernama Si Rabun, seekor ikan mas yang panjangnya mencapai 50 cm.

 

# Tentang makanan kesukaan

 

Makanan yang disenangi Bung Hatta adalah rendang.


Menurut Suyatmi Surip, pembantu/juru masak keluarga sejak tahun 1947 sampai dengan Bung Hatta wafat, makanan kesukaan Bung Hatta: sambel goring buncis, tumis kangkung, sayur bening bayem, sayur asem, semur tebu telor, gulai rebung, singgang ayam, rendang, dan soto.


# Sebagai pengajar

 

Saat Bung Hatta menjadi “dosen terbang” / dosen tamu di UGM, jika ada waktu luang, ia mengisinya dengan bermain bridge.

 

Menurut Bung Hatta, sebelum mengajar, seorang pengajar harus menyiapkan dengan teliti apa-apa yang akan diajarkan. Sebab sesuatu yang akan diajar itu akan tetap tinggal di otak mahasiswa.

 

Apabila seseorang telah mampu dan menguasai sesuatu vak (mata kuliah), maka jika nilainya kecil Bung Hatta akan menolongnya dengan ujian lisan. Sebab seorang pengajar harus menyelidiki dan mengetahui apa sebabnya mahasiswa tersebut tidak lulus.


# Keromantisan Bung Hatta

 

Bung Hatta menikah dengan Rahmi pada tanggal 18 November 1945 di Megamendung.


Ketika istri Bung Hatta, Rahmi, akan melahirkan anak pertama, waktu rasa sakit mulai dating, Bung Hatta masuk ke kamar bersalin membawa sandwich yang dibuatnya sendiri untuk Yuke (panggilan Rahmi). “Makan supaya lebih kuat,” katanya. Ia keliatan gelisah dan khawatir.

 

Bung Hatta orang yang perhatian. Jika akan bepergian ke luar kota bersama istrinya dengan menggunakan mobil, Bung Hatta akan memperhatikan di mana sinar matahari bersinar, jika di sebelah kanan, maka Bung Hatta akan duduk di sebelah kanan dan menyuruh istrinya duduk di sebelah kiri. Begitu pun jika sinar matahari berada di sisi sebaliknya.

 

# Sekitar Doktor Honoris Causa / Guru Besar

 

Bung Hatta diberi gelar Doktor Honoris Causa oleh UGM pada tanggal 27 November 1956, beberapa hari sebelum mengundurkan diri dari posisi Wakil Presiden RI. Sebenarnya tanggal 27 November adalah waktu yang telah ditentukan untuk penerimaan Doktor HC bagi Ki Hadjar Dewantoro. Namun Ki Hajar Dewantoro merelakan agar terlebih dahulu Bung Hatta yang diberi gelar, agar saat pemberian gelar tersebut Bung Hatta masih menjabat sebagai wakil presiden.


UI memberikan gelar Doktor HC pada tahun 1975 di bidang hokum. Dalam pemberian gelar Doktor HC di UI ini, Bung Hatta tidak mengetahui bahwa FE UI menolak pemberian gelar Doktor HC bidang ekonomi kepada Bung Hatta karena menganggap teori ekonomi Bung Hatta telah usang.

 

Bung Hatta menerima jabatan Guru Besar Luar Biasa dalam bidang politik perekonomian di Universitas Padjadjaran (Unpad). Pidato pengukuhannya berjudul “Teori Ekonomi, Politik ekonomi, dan Orde Ekonomi.”

 

# Tentang buku dan kedisiplinan, serta daya ingat

 

“Buku membentuk watak bangsa” kata Bung Hatta dalam sebuah pembukaan pameran buku.


Bung Hatta tidak suka jika melihat orang membaca buku sambil melipatnya sehingga bagian kulit depan dan bagian kulit belakang bertemu satu sama lain.


AC, pendingin ruangan, pertama yang dimiliki Bung Hatta tidak dipasang di kamar tidur beliau, tetapi dipasang di ruang perpustakaan pribadinya.


Bung Hatta (menurut seorang koleganya) pernah berkata, “Tiap-tiap mempelajari buku, pelajarilah sebaik-baiknya dari permulaan sampai akhir. Mempelajari buku sejarah jangan sesukanya saja, tetapi harus dengan rajin dan metode yang teratur. Kita harus dapat menentukan ‘tipe tingkatan dari masa ke masa.’ Mempelajari sejarah dunia bukan pekerjaan yang mudah.”


Untuk menjadi seorang ekonom yang baik, Bung Hatta pernah menganjurkan agar setidaknya harus mampu menguasai tiga buku: The Wealth of Nation dari Adam Smith; Das Kapital dari Karl Marx; dan General Theory of Employment dari J.M. Keynes.

 

Bung Hatta sangat berdisiplin. Mengenai kedisiplinan, Bung Hatta membagi masyarakat dalam tiga golongan, (1) golongan yang berdisiplin dan teratur; (2) golongan yang acak-acakan dan mengikuti angin; (3) golongan yang sama sekali tidak mau berdisiplin atau bernorma.


Bung Hatta memiliki daya ingat yang tinggi. Menurut Hasjim Ning, “Pernah pada suatu hari pada tahun 1924, saudara sepupu saya, Usman, butuh uang untuk suatu keperluan tapi tidak berani terus terang mengatakan alasannya kepada Bung Hatta, mungkin karena keperluannya tak seberapa penting. Maka ia ‘menipu’ Bung Hatta dengan mengatakan uang itu untuk membeli buku. Bung Hatta memberi tiga gulden. Sembilan tahun kemudian, 1933, ketika bertemu dengan Usman, Bung Hatta bertanya: ‘buku apa yang kau beli dulu itu?’.”


# Tentang kelahiran, penyakit, kematian.

 

Bung Hatta dilahirkan menjelang fajar menyingsing, di kala azan subuh berkumandang di surau. Bung Hatta wafat setelah tenggelamnya matahari, menjelang berakhirnya waktu maghrib. Ini seperti jalannya kehidupan sehari-hari, berawal pada waktu fajar dan berakhir pada waktu senja.


Selendang yang digunakan untuk menutupi jenazah Bung Hatta adalah selendang yang pernah dipakai oleh nenek beliau, Hj. Siti Aminah Ilyas.

 

Saat di Digul, Bung Hatta dan Bung Sjahrir terkena malaria tertiana. Jenis malaria ini tidak memerlukan perawatan rumah sakit.

 

Bung Hatta mengidap penyakit kencing manis.

 

# Tentang menyanyi

 

Bung Hatta tidak suka menyanyi, “di bangku sekolah, angka rapor saya selalu merah untuk mata pelajaran menyanyi,” ungkapnya.


Lagu favorit Bung Hatta, “Rayuan Pulau Kelapa” dan “Indonesia Tanah Air Beta”

 

# Tentang keseharian dan lainnya

 

Plat nomor mobil Bung Hatta B 17845

 

Bung Hatta biasanya sembahyang Jumat di Meskid Matraman, salah satu mesjid yang tertua di Jakarta.

 

Bung Hatta menjadi kakek dan memiliki cucu pertamanya pada usia 73 tahun.


Pada tanggal 15 Agustus 1972, Bung Hatta mendapat anugerah Bintang Republik.

 

# Surat Hatta dan Hatta dalam Surat Kabar

 

Pada tahun 1930-an, Bung Karno dan Bung Hatta surat menyurat politik dengan memakai nama samaran. Waktu itu Bung Hatta menggunakan nama samaran Rachim. Surat-surat Bung Hatta ini sempat menjadi masalah bagi seorang bernama Pak Rachim, ketika Bung Karno ditangkap di Bandung. Pak Rachim ini harus berurusan dengan PID. Saat itu tidak ada yang mengira jika Bung Hatta akan menjadi menantu dari Pak Rachim.


Tulisan-tulisan Dr. A Rivai dalam harian Bintang Timur yang kemudian dijadikan buku yang berjudul Student Indonesia di Negeri Belanda, yaitu sebuah buku tentang kehidupan mahasiswa Indonesia di Belanda yang memuncak dengan sidang Bung Hatta dan kawan-kawan di negeri Belanda. Ada yang menyebut bahwa tulisan inilah yang mempopulerkan nama Hatta di Indonesia.

 

# Random

 

Ketika menghadapi represif pemerintah kolonial tahun 1930-an, Bung Hatta pernah berkata: “We zijn geslagen, maar niet verslagen/kita dipukul, tetapi tidak hancur.”


Pulau Rosengain dan Pulau Pisang, dekat Bandaneira, oleh masyarakat setempat diberi nama Pulau Hatta dan Pulau Sjahrir.


Bung Hatta menolak untuk menginjakkan kaki di Singapura. Karena negara ini telah menjatuhkan hukuman mati kepada dua marinir Indonesia dengan cara digantung. Hukuman mati dengan cara digantung tersebut bagi Bung Hatta merupakan penghinaan terhadap negaranya.


Louis Fisher dalam “The Story of Indonesia”, menyebut bahwa Bung Hatta has the stubbornness of the Dutchman.


Tulisan Bung Hatta pada Conference of International Association of Historians of Asia 1974: “Participating in the Struggle for Indonesia National Independence”.

 

SUMBER: Meutia Farida Swasono (ed). Bung Hatta: Pribadinya Dalam Kenangan. Jakarta: Sinar Harapan dan UI Press, 1980.


Note: tulisan tentang fakta menarik Bung Hatta ini ditulis ulang atau diperbarui di blog ingatan.id

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun