Mohon tunggu...
R Valentinus Biaggi
R Valentinus Biaggi Mohon Tunggu... Lainnya - RV Biaggi

Yogyakarta - Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Garuda, Kami Bangga!

2 Januari 2022   10:47 Diperbarui: 2 Januari 2022   21:44 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : Instagram/@egymaulanavikri

Kekalahan melawan Thailand di Final Piala AFF 2020 membuat timnas Indonesia kembali mendapat gelar raja runner up setelah gagal ke-6 kalinya pada 2000,2002,2004,2010,2016,2020. Kemenangan Thailand membuat tim Gajah Putih menjadi tim paling dominan di AFF dengan koleksi 6 tropi. Timnas Indonesia memulai AFF 2020 ini dengan membawa tim muda dengan rata-rata usia 23 tahun, membuat beberapa media lokal maupun asing meragukan kiprah timnas Indonesia dalam AFF kali ini. Selain tidak diunggulkan Indonesia berada di pot 3 atau unggulan ke 3, di bawah Singapura,Vietnam,Thailand, dan Malaysia. 

Tetapi dalam kenyataannya Indonesia mampu menjadi juara grup dan lolos ke final, pencapaian luar biasa melihat skuad yang dibawa minim pengalaman Internasional. Shin Tae Yong mendapat apresiasi ketika dapat membawa timnas Indonesia melaju ke babak final piala AFF. Namun, perlu diperhatikan beberapa potensi keunggulan dan kelemahan timnas Indonesia yang dapat diolah dan dibenahi kedepannya.

1. Mayoritas pemain muda

Dengan dihuni mayoritas pemain muda membuat STY memiliki potensi yang baik di masa depan, dengan mendapat pengalaman bermain sejak dini membuat mental dan kematangan bermain akan terbentuk lebih cepat. Yang menjadi permasalahan adalah hal serupa pernah dilakukan oleh Luis Milla, pelatih timnas Indonesia sebelumnya. Ketika kematangan sudah mulai terbentuk, tetapi Luis Milla sebagai pelatih tidak mendapat perpanjangan kontrak sehingga membuat pelatih berikutnya memulai kembali. STY telah memulainya dengan baik, harapannya STY diberi waktu yang panjang untuk membentuk pondasi timnas yang kuat. PSSI sebagai federasi harus memahami konsep proses dan progress untuk membangun timnas yang baik.

2. Mental dan Kematangan bermain

Bagaimana timnas pada AFF 2020 begitu superior menjadi tim paling produktif, dapat membantai Malaysia 4-1. Hingga memasuki fase semifinal dan final, anak-anak muda ini terlihat cukup tertekan dan belum matang dalam bermain. Dalam hal ini tidak perlu menyalahkan STY yang memanggil pemain muda, karenanya ia ingin proyek jangka panjang untuk timnas Indonesia. Kembali soal mental dan kematangan bermain, sudah terlihat sejak semifinal leg 2 melawan Singapura, kondisi di mana Singapura telah bermain dengan 9 pemain tetapi tidak dapat dimenangkan Indonesia dalam waktu 90 menit dan harus melalui babak tambahan. 

Bukan secara skill atau strategi saya rasa, melainkan kematangan bermain, dalam timnas Indonesia bukan tidak adanya game changer tapi tidak adanya game leader yang benar-benar dapat mengatur dan memimpin tim. Terlihat panik ketika kebobolan, berakibat salah passing. Indonesia lebih tenang ketika gol Pratama Arhan dan ditepisnya tendangan pinalti Faris Ramli oleh Nadeo Argawinata. Hal itu terulang dalam laga final leg 1 melawan Thailand, mental Indonesia goyah saat baru 2 menit harus kebobolan oleh Chanatip Songkrasin. Di babak ke-2 semakin terlihat tertekan hingga harus kebobolan 3 gol berikutnya. Idealnya dalam sebuah tim memerlukan game changer dan game leader. 

Setidaknya tiap lini harus dimiliki baik depan, tengah, dan belakang. Fachrudin Ariyanto menurut saya cukup dapat menjadi pemimpin di belakang, dengan pengalamannya selalu tidak absen sejak AFF 2012, keputusannya menariknya dengan Elkan Baggott di babak ke-2 saat final leg 1 justru membuat gawang Indonesia dibobol lebih banyak lagi.

3. Tidak ada striker predator

Permasalahan ini sudah saya prediksi akan terjadi saat AFF 2020, STY memang memanggil striker dengan tipe pekerja yang dapat menyusur dari sisi wing maupun tengah. Tapi terlihat ketidakpuasan STY terhadap semua strikernya baik Kusyeda Hari Yudo, Hanis Sagara, Dedik Setiawan, dan Ezra Walian. Berulang kali mereka digantikan bahkan baru masuk sebagai pengganti. Terakhir saya melihat striker Indonesia adalah Bambang Pamungkas, tipe striker yang tajam di kotak pinalti dengan kemampuan sundulannya, baru kemudian timnas Indonesia hampir selalu menggunakan striker naturalisasi mulai sejak 2010 Cristian Gonzales, kemudian berlanjut Jhonny Van Beukering, Sergio Van Dijk, Beto Goncalves, Ilja Spasojevic, dan sekarang Ezra Walian. 

Sebenarnya ada nama andalan STY kala menangani timnas U19 seperti Saddam Gafar dari PSS Sleman yang saat ini masih cedera dan beberapa nama lain yang sempat dicoba seperti Taufik Hidayat, Bagus Kaffi, Irfan Jauhari, dan lainnya. Namun belum terlihat kepuasan STY, berbeda pada posisi pemain bertahan atau gelandang Alfreanda Dewangga, Rizky Ridho, Pratama Arhan, Asnawi Mangkualam, Evan Dimas, Ramai Rumakiek, Ricky Kambuaya memang sudah sejak berbagai TC timnas selalu dipanggil masuk squad.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun