Mohon tunggu...
Rut sw
Rut sw Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga, Penulis, Pengamat Sosial Budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berusaha melejitkan potensi dan minat menulis untuk meraih pahala jariyah dan mengubah dunia dengan aksara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Kita Meragukan Allah

5 September 2018   07:10 Diperbarui: 5 September 2018   08:15 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perih terasa hati, membaca barisan kalimat yang masuk ke chat Whatsapp dari seseorang. Ketika saya tanya, bagaimana dengan amanah kemarin? sesuatu yang dahsyat telah terjadi. Ternyata amanah itu tidak terlaksana hanya karena rasa khawatir perkara duniawi. Padahal akod sudah jelas. Begitupun amanahnya. Ringan sekali ketika memutuskan tidak bergerak.  Lupakah jika perbuatannya itu menyeretnya ke dalam api neraka? Ya, maksiat kecil yang dibiarkan mengendap dalam benak, kemudian menjadi pembenaran.  Padahal masalah duniawinya berakar dari keadaan umat yang jauh dari dakwah.

Lantas bagaimana dengan petikan ayat berikut?

Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu ( Qs Muhammad 47:7)

Apakah Allah Maha pendusta? Apakah meneguhkan kedudukanmu  hanyalah slogan kampanye para paslon ala demokrasi? Naudzubillahi tidak, namun mengapa kita manusia, yang mengaku hamba Allah, yang selalu berkeluh kesah, yang  selalu banyak meminta, malah justru  perhitungan sekali dengan apa yang dimilikinya? Takut miskin, takut mati, takut gagal, dan takut-takut yang lainnya. Mengapa ada keraguan, jika kita mampu menolong agama Allah, mendahulukan Allah, memprioritaskan Allah semua urusan duniawi akan selesai dengan tanpa kita sadari. Itulah bentuk kasih sayang Allah.

Menolong agama Allah  memang butuh pengorbanan, berdakwah butuh keiklasan. Dan jika kita teliti, karena agama Islam inilah kita dimuliakan. Diangkat derajatnya lebih tinggi dari sebelumnya, dituntun menuju cahaya dari yang semula gelap. Para sahabat mulialah contoh jelasnya. Bagaimana ketika mereka tidak memiliki apa-apa karena pemboikotan kafir Quroisy yang berlangsung selama 3 tahun. 

Mereka tak surut bahu membahu bersama Rasulullah menyebarkan risalah yang mulia ini. Yang mereka punya hanyalah keimanan, maka jangan dikata bagaimana mereka kuat menahan lapar, pedihnya siksaan dan sakitnya celaan. Seberat apakah beban kita dibanding para sahabat mulia? hingga muncul enggan, mudah lemah dan menarik diri untuk tidak bergerak. Bukan Allah yang merugi.  Karena hakekatnya yang memiliki kemuliaan, kekuatan, kebijaksanaan dan kebesaran adalah mutlak Allah saja.

Dan ketika kita mulai meragukan janji Allah di atas,  kemudian memilih sebuah amal yang bertentangan dengan apa yang Allah perintahkan, sadarkah kita bahwa sejak itu pulalah kita telah membangun rumah kita bagai sarang laba-laba di akhirat kelak.

Para ilmuwan sudah mengakui kekuatan jaring laba-laba. Benangnya lima kali lebih kuat dari dengan ketebalan yang sama. Padahal, baja termasuk material paling kuat yang tersedia bagi manusia. Selain itu, benang laba-laba memiliki gaya tegang 150.000 kg/m2. Jika ada seutas tali berdiameter 30 cm terbuat dari benang laba-laba, maka ia akan mampu menahan beban 150 mobil.

Dengan Fakta tersebut mengapa dalam AlQur'an menyebutkan bahwa rumah terlemah adalah rumah laba-laba?  Allah berfirman :

Artinya : "Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui." (QS. Al-Ankabut: 41)

Ayat di atas memberi perumpamaan bahwa serapuh-rapuhnya sandaran atau selemah-lemahnya pertolongan adalah bagi siapa saja yang menjadikan selain Allah sebagai sandaran hidup atau pelindungnya. Seseorang yang menyandarkan hidupnya kepada harta, prestasi, popularitas, pangkat, jabatan dan kedudukan. Maka semua itu adalah sandaran yang rapuh, rapuh dan rapuh. Begitu banyak manusia stress, putus asa, kecewa bahkan nekat mengakhiri hidup karena sandaran yang dikejarnya tidak kunjung datang, bila didapatkan, sifatnya hanya sementara tidak bersifat abadi, bahkan terkadang sandaran itulah yang menjadi awal kehinaan baginya di dunia dan di akhirat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun