Kanker tak bisa dihentikan, terus menggerogoti dinya. Sakit bukan berarti mematikan ambisi-ambisi besarnya. Bukannya bertobat menjelang kematian, namun terus mengasah pikiran liciknya dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu yang sulit didapatkannya.
Sudah jodoh, sehingga seiring sejalan dengan suaminya. Ide istrinya akan dijalankan suaminya, walaupun dengan cara-cara curang. Memang banyak yang gagal. Tak menyurutkan perjuangan, meskipun uang ratusan juta rupiah sudah keluar untuk memberi suap.
Pasangan suami istri ini, tak merasa rugi. Harta yang didapat dengan mudah dari korupsi, begitu pula keluarnya dengan mudah.
Jabatan yang diincar suaminya, Erta sudah menghitung-hitung berapa lama uang yang akan dikeluarkan untuk nyogok bisa kembali modal. Niat sudah buruk. Tak bakal kinerja akan baik. Otaknya dipenuhi dengan akal-akalan, agar ada yang bisa dikorupsi.
”Ma, papa bakal dilantik.”
”Sudah ada kepastian, pa.”
”Sudah.”
”Uangnya sudah diantarkan?” napas Erta terengah-engah.
”Sudah.”
”Aman kan, pa? ” ucapnya pelan.
Suaminya mengangguk. Erta legah, tapi ia merasa tak akan bisa hadir dalam pelantikan suaminya karena tubuhnya semakin lemah. Erta harus kembali dirawat inap di rumah sakit. Keinginannya dapat mendampingi suami, sehingga ia masih dianggap sebagai istri pejabat tak tercapai. Sudah lama tak lagi jadi istri pejabat, karena suaminya lama non job.
Tubuh Erta sangat lemah. Tim dokter berupaya memberikan pertolongan. Ia menunggu ajalnya. Di ruang ICU tak ada yang menemani, suaminya juga tak menemani karena sedang dilantik menjadi pejabat.