Sedang sakit saja, pikiran licik Erta masih tetap jalan sempurna. Suaminya semakin bersemangat setelah mendapat ide brilian istrinya. Salah satu rumahnya akan dijual. Ada beberapa asetnya yang lumayan nilainya. Bila dibandingkan dengan pengasilannya, bisa menimbulkan kecurigaan dari mana ia bisa mengumpul harta sebanyak itu.
Warisan? Tak ada warisan yang signifikan. Orang tuanya dulu bukanlah orang kaya. Bahkan dimasa tua, orang tuanya sangat bergantung hidup dengan Erta dan suaminya.Suami Erta memang sudah melaporkan harta kekayaannya kepada KPK, namun nilainya tidak sebanyak yang ia miliki yang dilaporkan.
”Saya sudah mendapatkan orang yang akan menolong papa agar bisa mendapatkan jabatan itu, ma.”
"Syukurlah, mama ingin melihat papa diambil sumpah dan dilantik nanti menjelang ajal mama datang.”
”Jangan bicara seperti itu, ma.”
Suaminya berupaya menyemangati Erta agar kuat menghadapi kangker yang sudah stadium empat. Sesekali Erta menahan rasa sakit dibagian dadanya. Bila sakit itu teramat sangat, Erta merasa ajalnya sudah semakin dekat.
”Bila papa sudah menduduki jabatan nanti, mama akan sangat bangga.”
”Semoga harapan mama bisa terwujud.”
”Mama bisa mendampingi papa saat pelantikan dan mendapat ucapan selamat dari banyak orang.”
”Ya.”
Erta, sudah lama tidak merasakan bagaimana orang-orang membutuhkannya. Memuji-muji dirinya, meminta tolong, mengiba-iba memohon bantuan. Ia merasa bangga karena dibutuhkan.