Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rembulan di Atas Bayang Semu(k)

18 Juli 2019   11:54 Diperbarui: 18 Juli 2019   12:01 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Tetapi tiba-tiba ia berteriak: "Mati, kau harus mati paman!"

"He?" Panitis terkejut mendengar kata-kata itu, sehingga untuk sesaat mulutnya seakan-akan terkunci. Tetapi sesaat kemudian orang tua itu telah berhasil menguasai dirinya kembali. Bahkan Panitis kemudian tersenyum. Ditatapnya mata Mas Hario Dalem seolah-olah orang tua itu ingin memandang tembus kedalam pusat jantungnya. Dengan tenangnya Panitis itu kemudian menjawab: "Angger, apakah angger bermaksud membunuh aku?"

Pertanyaan itu menghantam dada Mas Hario Dalem sehingga serasa akan meruntuhkan segenap tulang-tulang iganya. Sesaat orang muda itu terdiam, namun kemudian dikerahkannya segenap tenaga dan kekuatannya untuk menjawab. Hanya sepatah kata : "Ya!"

Kembali Panitis tersenyum. Senyum yang menggoncangkan hati Benteng yang garang itu. Di mata Mas Hario Dalem, Panitis yang berdiri di hadapannya itu sekarang bukan lagi seorang pencari rumput yang malas, namun Panitis itu kini berdiri dengan wajah tengadah.

Panitis kini benar-benar bersikap sebagai seorang senapati di garis peperangan. Panitis yang pernah dikenalnya dahulu. Orang tua inilah yang dulu bagaikan singa di garis depan, saat Tuban membela Pajang menghadapi pemberontakan orang-orang Mataram di tahun 1582 M.

***
 
Keterangan:
Cerita ini hanyalah imajinasi belaka, namun pada beberapa bagian ada sumbernya.
Penulis adalah pemerhati sejarah lokal  dan praktisi pendidikan di Kota Tuban.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun