Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

1. Rusman, Bagai Singa Lapar Menerjang Mangsa (e)

21 Juni 2019   08:40 Diperbarui: 21 Juni 2019   13:51 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Sesaat kemudian, seperti anak-anak yang bermain-main di tepian, maka Sri Aji pun mengangkat kakinya di sisi tubuh lawan dan menjepit lehernya. Demikian kuatnya sehingga orang yang bertubuh besar itu merasa seakan-akan lehernya telah terjepit oleh sepasang besi yang berhimpitan.

Raksasa itu menggeliat. Kepalanya terangkat sejenak, namun kemudian sebuah putaran telah membenamkan kepalanya ke dalam pasir.
Sri Aji menyadari, bahwa kekuatan lawannya tidak akan dapat diimbanginya dengan kekuatan. Karena itu, ia tidak ingin melanjutkan perkelahian ini pada jarak genggaman tangan. 

Karena itu, tiba-tiba saja Sri Aji melepaskan lawannya dan melenting berdiri. Raksasa botak itu merasa himpitan di lehernya terlepas. Dengan serta-merta pula ia berusaha untuk berdiri sambil mengusap wajahnya yang penuh dengan pasir.

Saat itulah yang ditunggu oleh Sri Aji. Demikian lawannya tertatih-tatih berdiri, sebuah serangan dengan kekuatan kakinya telah menghantam kening lawannya itu. Tumit Sri Aji yang bagaikan bola besi telah membuat pemuda itu menjadi pening dan terhuyung-huyung.

Betapa buasnya Sri Aji dalam kemarahan. Dan Sri Aji adalah seekor harimau hitam yang buas dan liar. Kali ini Sri Aji ingin memperlihatkan kemenangannya yang sempurna. 

Ia sama sekali tidak mempergunakan pedangnya. Namun ketika keempat jari-jarinya telah mengembang sambil menekuk ibu jarinya, maka pamannya yang pernah melihat bagaimana keponakannya itu pernah membunuh dengan cara itu, menjadi berdebar-debar. Dengan serta-merta ia melangkah maju, ia merasa perlu melakukan sesuatu.

Dalam ketegangan itu, ia masih sempat memikirkan kemungkinan yang bakal datang. Orang bertubuh besar itu, akan masih dapat dipergunakan. Karena itu, sebelum jari-jari Sri Aji itu mencengkam kepala lawannya dan membenam bagaikan ujung pedang, pamannya sempat berteriak, "Sri Aji, hentikan !"

Sri Aji mendengar suara pamannya. Betapa pun kemarahan mencengkam jantung, namun ia masih tetap menyadari, bahwa kedatangannya adalah dalam rangka untuk mengumpulkan kekuatan.

Karena itulah maka perlahan-lahan Sri Aji mengendorkan ketegangan di jantungnya. Perlahan-lahan pula ia melangkah surut menjauhi lawannya.

Bersambung

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun