Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

1. Rusman: Denting Pedang di Pantai Tuban (e)

3 Juni 2019   16:51 Diperbarui: 4 Juni 2019   12:21 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedang si gadis Manyuran

"Di mana kami harus bertempur?" bertanya Ki Palang Sisir.

"Bukan di mana. Tetapi perkelahian di antara kita memang harus dicegah. Kita sudah terlalu kenyang dihantam oleh pengalaman. Kita selalu dihancurkan karena kita selalu bertengkar dengan kita sendiri."

"Tetapi penghinaan itu sudah melampaui batas."

Ki Jala Sabrang mengerutkan keningnya. Dipandanginya wajah Kembang Arum yang masih pucat. Setitik keringat telah membasahi keningnya.

"Hem.., persoalan perempuan selalu muncul dalam berbagai keadaan," desisnya di dalam hati, Ki Jala Sabrang menarik nafas dalam-dalam. "Sejak masa lalu dan kini di Manyuran pula, persoalan perempuan selalu menghantuiku."

Tetapi sebelum Ki Jala Sabrang melakukan sesuatu, mereka telah dikejutkan oleh derap kaki kuda. Sejenak mereka terdiam. 

Dan suasana pun menjadi hening sepi. Yang terdengar adalah silirnya angin pantai menyentuh dedaunan dan suara derap kaki kuda yang semakin lama semakin menjadi jelas.

"Ternyata hanya seekor kuda," desis Ki Jala Sabrang, sehingga karena itu maka ia pun tidak menjadi cemas karenanya. Ketika tanpa sadar ia menengadahkan wajahnya, maka dilihatnya matahari telah melampaui titik puncaknya di pusat langit.

Sekejap kemudian dari balik rerimbunan, mereka melihat seekor kuda seakan-akan terbang di jalan pedukuhan. 

Namun kemudian langkah kuda itu pun diperlambat. Agaknya penunggangnya telah melihat beberapa orang yang berada di tempat itu. 

Tetapi kuda itu tidak berhenti. Semakin lama semakin dekat dan dekat. Ketika terlihat oleh mereka, penunggang kuda itu, maka terdengar Kembang Arum berteriak memanggil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun