Sejenak kemudian Burisrawa telah mempersiapkan sebuah serangan.Â
Diapun melepas senjatanya yang berupa tombak yang dia serahkan kepada Durmagati.Â
Putra Prabu Salya itu kini nampak merentangkan kakinya, sementara kedua tangannya mengepal dan menyilang agak lebar seirama dengan kedua kakinya yang sekarang ditekan agak merendah.
Membentuk kuda-kuda yang mirip orang mau meloncat tinggi. Matanya memandang tajam ke arah lawannya, giginya gemeretak menahan amarah.
Tak seberapa lama murid Betari Durga itu telah meloncat dengan serangan ke arah dada.Â
Meskipun ia masih belum melontarkan serangannya sepenuh tenaga, namun gerakan itu sudah pasti merupakan serangan yang sangat berbahaya.
Tetapi semua orang yang ada di situ menjadi terkejut melihat sikap Sang Bima Kunthing.Â
Ketika Burisrawa meloncat menyerangnya, ia sama sekali tidak beranjak dari tempatnya. Senopati Dwarawati itu telah membuat perhitungan yang secermat-cermatnya.
Ia yakin bahwa serangan pertama itu tentu bukannya serangan yang menentukan. Tenaga Burisrawa tentu belum seluruhnya dia siapkan.
Karena itu Setyaki yang hatinya bergelora ingin membuat kejutan, ia ingin menakhlukkan semangat dan keberanian lawannya terlebih dahulu.
Burisrawa terkejut melihat sikap lawannya. Sebenarnya ia sangat berharap Setyaki tetap mengelak, sehingga ia dapat memancing dengan gerakan selanjutnya.