Ketika masih saja belum ada yang menuruti nasehatnya, maka ia berkata kepada Kartamarmo.
"Anakku ngger, Kartamarmo. Janganlah kau terpengaruh oleh perasaanmu yang kekanak-kanakan itu. Cobalah berpikir dewasa, seperti orang yang lain pun juga harus berpikir dewasa."
Pemuda liar berkumis yang suka mengganggu wanita itu tiba-tiba menyadari dirinya. Dan justru ialah yang kemudian berkata:
"Dengarlah, aku bersama teman-temanku ini bukan barang mainan. Aku datang atas undangan kalian. Tetapi di sini aku sekedar hendak dihinakan oleh pemuda itu. Aku tidak mau. Aku harus melakukan sesuatu untuk menebus cemohan ini," katanya sambil bertolak pinggang.
"Jangan kalian menyangka aku berdiri sendiri. Di sini ada banyak orang yang datang karena undangan kalian, tidak berbeda dengan aku. Maka jika terjadi sesuatu atasku, mereka pasti berpikir juga tentang nasibnya."
"Apalagi jika aku memerintahkan orang-orangku sendiri di tempatku, mereka pasti tidak akan tinggal diam. Kalian harus tahu akibatnya terhadap negeri ini."
Wajah Kartamarmo yang sudah tegang menjadi semakin menegang. Serta-merta ia menjawab," Tetapi kami tidak ingin kalian menghina gadis-gadis di keraton Astina. Apalagi Nini Wulangsih adalah seorang emban di keraton ini."
Pemuda berkumis itu berkerut keningnya. Tiba-tiba ia bertanya, "Benarkah bahwa gadis itu emban keraton?"
"Ya!"
Pemuda berkumis itu lantas mengangguk-anggukkan kepalanya, katanya:
"Aneh sekali. Kau telah bertekad untuk membela seorang emban, aku curiga kau sangat terikat kepada emban itu.