Perang besar antara prajurit Alengka dan prajurit Maespati yang telah terjadi berakibat gugurnya patih Suwanda.
Gegerlah para prajurit Maespati menyaksikan jujungannya terbunuh oleh seorang Rahwana.Â
Mereka menjerit, menangis, dan berteriak-teriak sejadi-jadinya, setengah tak percaya ksatriya utama yang mereka kagumi dan sangat dihormati semua orang kini telah tiada.
Sementar itu Dewi Citrawati yang juga mendengar kabar buruk itupun segera mengutus seorang emban untuk meyakinkan kebenarannya.
Para garwa lainnya juga tak percaya, seorang satriya utama dan sakti mandraguna mampu terbunuh oleh raksasa muda.
Kegadugan segera terjadi di antara para wanita itu. Terutama Dewi Citrawati yang merasa banyak berhutang budi kepada Patih Suwanda atau Bambang Sumantri.Â
Mulai dari saat pertemuan di arena sayembara memperebutkan dirinya sebagai putri Kerajaan Magada.
Belum lagi permintaanya untuk memindahkan taman Sriwedari dari Gunung Nguntara ke istana kerajaan Maespati, semua itu adalah pekerjaan dimas Sumantri untukku, pikirnya.
Kini begitu mendengar gugurnya Patih Suwanda sang dewi merasa sangat kehilangan.Â
Begitu abdi kinasihnya melaporkan bahwa hal itu benar-benar terjadi maka histerislah sang permaisuri.
"Ooow... Dimas Sumantriii !" jeritannya melengking dan tiba-tiba sajawanita cantik itupun pingsan.