Dalam dunia pendidikan dikenal Teori Nativisme yang dipelopori oleh Arthur Schovenhouer yang hidup pada tahun 1788-1880. Nativerme berasal dari kata nativus yang artinya pembawaan. Bahwa "Pendidikan itu tidak dapat mempengaruhi perkembangan manusia atau ,manusia tidak dapat dididik karena perkembangan manusia itu ditentukan oleh nativusnya atau pembnawaannya.
Ada pula Teori Empirisme yang dipeloporioleh Jhon Locke yang hidup pada sekitar tahun 1632-1704. Bukunya berjudul "Some thoughts concerning education". Manusia lahir dengan jiwa yang masih kosongdan jiwa ini terisi oleh ide-ide atau pengertian-pengertian karena pengaruh dari luar melalui proses psichologis sensation dan reflexetion.
Di samping kedua pandangan dasar di atas ada pula yang ketiga, yaitu Teori Konvergensi yang dipelopori oleh William Stern. Beliau hidup pada sekitar tahun 1871-1938. Baginya kebenaran terletak di tengah-tengah di antara kedua pendapat yang ekstrim tersebut. Perkembangan manusia adalah hasil perpaduan kerja sama faktor bakat dan faktor alam sekitar.
Sedangkan tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara nampaknya lebih menyetujui pandangan teori Konvergensi, dimana perkembangan manusia itu ditentukan oleh dasar  (nature) dan ajar (nurture). Anak yang baru lahir diibaratkan kertas putih yang sudah ada tulisannya, tetapi belum jelas atau masih remang-remang. Melalui orang tua dan para gurulah tulisan yang masih belum jelas itu diteruskan. Tentu saja perkembangannya tidak terlepas pula dari peranan masyarakat sekitar. Adpun perkembangan anak didik itu mulai dari lahir hingga dewasa dibagi atas fase-fase sebagai berikut:
Jaman Wiraga (0-8 th) merupakan periode yang amat penting bagi perkembangan badan dan pandca indra.
Jaman Wicipta (8-16 th) mwerupakan masa perkembangan untuk daya-daya jiwa terutama pikiran anak,
 Jaman wirama (16-24 th): masa untuik menyesuaikan diri dengan masyarakat di mana anak mengambil bagian sesuai dengan apa yang menjadi cita-cita hidupnya.***